University of Washington: Bulan Pengaruhi Curah Hujan di Bumi
Indonesiaplus.id – Studi dari University of Washington mengungkap bahwa bulan punya efek terhadap Bumi selain menerangi malam dan tinggi gelombang lautan.
Science Alert, para ilmuwan di University of Washington bekerjasama memanfaatkan data dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Berdasarkan data tersebut diperkirakan memuat informasi selama 15 tahun.
Selain dengan NASA, para ilmuwan juga bekerjasama memanfaatkan satelit Tropical Rainfal Measuring Misson milik badan antariksa Jepang.
“Namun, sejauh yang saya tahu ini adalah studi pertama yang bisa meyakinkan hubungan antara pasang-surut Bulan dengan curah hujan,” ujar salah satu ilmuwan, Tsubasa Kohyama.
Kohyama menyatakan bahwa saat Bulan berada di atas atau di bawah, tekanan udaranya sangat tinggi. Ketika Bulan tinggi di langit, ia membuat tonjolan di atmosfer Bumi yang bisa mengubah level endapannya.
Semakin tinggi tekanan udara dibuat masing-masing osilasi akan membuat temperatur meninggi. Udara yang menghangat bisa menjaga kelembaban yang berarti ada kesempatan besar untuk hujan.
Kendati demikian, Kohyama mengatakan masyarakat tak perlu harus memakai payung setiap Bulan meninggi di langit.
“Terdapat variasi dari level curah hujannya sangat tipis sehingga kebanyakan kita tidak akan menyadarinya,” katanya.
Dengan tinggi-rendahnya Bulan hanya berpengaruh 1 persen dari total variasi curah hujannya. Tidak ada prediksi cuaca yang mengatur peta mereka dengan data tersebut.
Studi dilakukan Kohyama dan koleganya John Wallace ditulis pada 2014. Studi dengan melihat cara Bulan memengaruhi tekanan udara di Bumi.
Laman resmi NASA, Bulan diketahui memiliki atmosfer. Hanya saja, muatan gasnya berbeda dengan atmosfer Bumi. Beberapa gas yang tak biasa itu antara lain sodium dan potasium. Bahkan dua gas itu tidak ditemukan di atmosfer Bumi, Mars, dan Venus.
Melalui misi Appolo 17, NASA melihat bahan-bahan penyusun atmosfer Bulan. Bahan-bahan itu antara lain helium, argon, neon, amonia, metan, dan karbon dioksida.
Sementara itu, temperatur di Bulan sangat tinggi karena ketiadaan atmosfer sehingga Bulan sangat ekstrim dari yang sangat panas hingga beku, tergantung dari sinar Mataharinya.
“Di bulan tidak ada atmosfer signifikan. Hal itu tidak bisa menjebak panas atau menyekat permukaannya,” tulis laman Space.com.[nan]