Sosialisasi RKUHP, KontraS: Tidak Ada Urgensi Libatkan BIN

Indonesiaplus.id – Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), pemerintah melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) dan dikecam oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Langkah pemerintah dinilai KontraS bentuk eksesifnya Intelijen dalam melaksanakan tugas di luar tupoksinya.
“Kami menilai keterlibatan BIN semakin memantik eskalasi ketakutan di masyarakat, khususnya dalam membahas berbagai permasalahan yang masih tercantum dalam draf RKUHP terbaru,” ujar Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti di Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Selain itu, KontraS menilai penolakan terhadap RKUHP bukan ancaman yang harus didekati dengan penggunaan intelijen negara.
Pasalnya, diskursus yang terbangun di publik diyakini KontraS tidak membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta kepentingan nasional sebagaimana diatur dalam UU Intelijen.
“Tidak ada satupun urgensi untuk melibatkan intelijen dalam proses sosialisasi suatu regulasi pemerintah,” tandas Fatia.
Bagi KontraS pelibatan BIN dalam memasifkan sosialisasi peraturan perundang-undangan bukan kali pertama. Pengintaian BIN pernah dilakukan dalam meredam gelombang penolakan massa terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 2020 lalu.
Menurut KontraS hasilnya banyak alat telekomunikasi milik koordinator aksi diretas serta masifnya kekerasan yang digunakan di lapangan.
“Keterlibatan intelijen dengan penggunaan perangkatnya tentu akan memperluas kesewenang-wenangan. Terlebih, pengaturan batasan kerja-kerja BIN tidak diregulasi secara jelas. Selama ini BIN juga tidak bekerja secara transparan dan berbasis pada akuntabilitas,” ucap Fatia.
Selama ini, KontraS menduga Pemerintah terkesan menghalalkan berbagai cara untuk mengakselerasi berbagai agendanya, terlebih ketika mendapatkan pertentangan di masyarakat.
Tentu saja, KontraS menyayangkan pengerahan kekuatan dengan menerjunkan aparat dan Intelijen untuk menyelesaikan persoalan.
“Jelas ini merupakan ancaman sangat berbahaya, sebab menciptakan terror yang akhirnya makin menyempitkan ruang berekspresi. Cara-cara semacam ini merupakan propaganda politik masa Orde Baru,” tandas Fatia.
Sebagai informasi, pada 2022 pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait kembali akan melakukan sosialisasi RKUHP di 11 kota di Tanah Air.
Kepala negara memberikan arahan tidak hanya dibebankan kepada Kemenkumham, namun juga menjadi pekerjaan bersama, khususnya kementerian dan lembaga terkait. Misalnya, Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Termasuk BIN, Mabes Polri, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Agama, Staf Khusus Presiden hingga Kepala Staf Presiden.[had]