PKS Minta BIN Terbuka Soal 41 Masjid Terpapar Paham Radikal
Selasa, 20 November 2018
Indonesiaplus.id – Sebanyak 41 masjid di lingkungan pemerintah yang terpapar paham radikal menurut Badan Intelijen Negara (BIN).
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menilai sebaiknya BIN menjelaskan secara detail 41 masjid yang dimaksud.
“BIN punya tugas tidak membuat gaduh, rilis ini bisa membuat gaduh. Cara paling baik sebutkan mana masjidnya, nanti orang bisa menilai benar tidak masjid ini. Terus parameternya apa? Jangan sampai pertanyaan yang menjebak dijawab dengan tidak terlalu akurat dijadikan dasar untuk mengkategorisasi,” ujar Mardani di Jakarta Timur, Selasa (20/11/2018).
Pihaknya tidak ingin BIN membuat curiga dan tidak takut untuk membuka data 41 masjid yang terpapar radikalisme ke publik. Mardani minta BIN mesti menjaga energi sosial masyarakat yang selalu positif.
“Justru jangan sampai justru masyarakat jadi saling curiga. Kalau sudah ketahuan 41, tugas BIN memastikan 41 itu berubah tidak radikal, bukan malah mengungkap ke publik, BIN itu salah kalau begitu,” katanya.
Mardani meminta lembaga yang dipimpin Komjen Budi Gunawan itu merinci apakah karena penceramah atau hal apa yang membuat masjid itu terpapar radikalisme.
Sealian itu, BIN juga salah mengangkat tema terkait ke media. Sebab, cara kerja BIN mencari mana masjid yang radikal dan intoleran sudah benar. Sayangnya, cara BIN mempublis ke media membuat gaduh.
“Dasarnya terbuka saja, buat saya kalau BIN punya niat baik jangan bikin gaduh. BIN itu punya tugas intelijen, intelijen itu tugasnya bukan di media loh, intelijen kesuksesannya tidak dengan tampil di media, tapi masalah selesai,” ungkapnya.
Definisi radikal saat ini belum seragam. Dia menginginkan para stakeholder duduk bersama mendefinisikan apa makna radikal sehingga semua sepakat dan tidak salah paham. Menurutnya ini hanya masalah komunikasi yang belum sinkron.
“Iya, jangan sampai masing-masing punya kategori sendiri, PKS sendiri sedang mengkaji ini dan dalam waktu dekat akan segera mengumumkan, tapi intinya ceramah-ceramah itu dalam banyak hal niatnya baik tetapi di dalam konteks kelewatan dipanggil diajak bicara, pendekatanya bukan korektif tapi edukatif,” pungkasnya.[mus]