Pengurus MUI Baru Terbentuk, Ini Pesan Ketum Muhammadiyah

Indonesiaplus.id – Pengurus MUI yang baru sudah terbentuk ada banyak doa dan harapan agar bisa menjalankan amanat dengan baik, disertai uswah hasanah meneladani Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman.
“MUI agar menjadi penjaga ahlak dan nilai-nilai luhur Islam wasathiyah dan menebar rahmatan lil alamin. Seperti selama ini menjadi tagar MUI yang meniscayakan bagaimana mempraktikannya di dunia nyata, ” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Jabatan di MUI adalah amanat sangat berat, karena posisi keumatan membawa mandat kerisalahan nabi. Juga, posisi di MUI kalau dikejar akan melilit Si Empunya, dan menjadi beban yang sangat berat.
“Pertanggung jawaban bukan hanya kepada umat tapi Allah Yang Maha Penghisab. Sangat berat posisi di MUI dan ormas keagamaan karena bila tidak ditunaikan jadi musibah yang mendudukinya karena membawa nama Islam dan ulama.
“Jika MUI menjadi pembawa misi Islam, maka bagaimana keislaman itu dipraktikkan di tubuh MUI dan di lingkungan umat Islam secara nyata, bukan sekadar norma ajaran. Apalagi, dengan membawa nama ulama,” kata Haedar, Jumat (27/11).
Pesan Haedar agar ulama itu bukan simbol dan jabatan tapi amanah keilmuan, uswah hasanah dan peran sebagai warasatul anbiya.
Nabi Muhammad SAW menjadi uswah hasanah dari A sampai Z, tentu harus menjadi rujukan utama perilaku siapapun yang mengaku ulama.
Sehingga, jangan sampai ulama menyalahi uswah hasanah Nabi karena sungguh berat jadi pewaris nabi yang disandang dengan pertanggung jawaban dunia dan akhirat.
Pasalnya, Haedar berharap pengurus MUI jadi suluh kebenaran dan kebaikan dalam hal-hal penting.
Pertama membawa misi kebenaran berdasarkan agama Islam dalam berbagai pemikiran dan tindakan. Suarakan kebenaran secara bayani, burhani dan irfani yang mendalam dan melintasi layaknya ar rasihuna fil llmi.
“Jadi, insya Allah ulama MUI menjadi pemandu kebenaran, tidak menyalahi kebenaran Islami demi hal-hal pragmatis. Kebenaran bukan hanya disuarakan, tapi dipraktikkan dalam kehidupan nyata dalam tindakan jujur, amanah, adil, dan baik,” ujar Haedar.
Namun sebaliknya, kata Haedar, mereka tidak pula dusta, khianat, zalim dan buruk perangai seperti gemar mengejar jabatan yang tidak ditunaikan dengan terpercaya. Kedua, membimbing umat dengan ilmu dan uswah hasanah ke arah keadaban atau ahlaq karimah.
Agar umat halus budi, baik tutur kata, mulia tindakan sesuai ajaran Islam tentang menyempurnakan ahlak mulia.
Tugas membimbing dan memberi teladan agar umat tidak buruk kata dan perbuatan, intoleran, onar dan kegaduhan, dan perilaku tidak terpuji lain.
“Perilaku uswah hasanah tidak mudah karena beragama lebih berat kepada formalisme dan simbolisme,” kata Haedar.
Ketiga, untuk membimbing umat dan warga bangsa agar beragama yang wasathiyah dan rahmatan lil alamin sebagaimana menjadi tema utama MUI. Ajari dan beri contoh umat agar beragama yang tengahan, damai, tasamuh, dan inklusif dengan tetap memegang prinsip.
“Umat agar tidak ekstrim, intoleran, ekslusif dan egois dalam beragama. Agama juga harus terwujud dalam perilaku nyata yang utama, bukan hanya kekayaan dalil dan retorika,” ujarnya.
Keempat, untuk mendidik umat dan warga bangsa selain taat beragama, juga berperan dalam berbangsa dan bernegara secara benar dan baik. Membela NKRI dan persatuan nasional, serta menjauhi sikap melawan hukum dan dasar falsafah negara yang sah.
Memandu warga jangan hedonis dan pragmatis dalam berbangsa dan bernegara seperti korupsi, merusak alam, mementingkan diri sendiri, dan halalkan segala cara. Karenanya, ulama MUI niscaya memberi teladan menjauhkan diri dari partisan politik.
Terakhir, pesan Haedar agar tidak mencampuradukkan MUI dengan kepentingan politik. Berilah umat dan bangsa uswah hasanah yang nyata dan konsisten. Ulama MUI dituntut keteladanan, ketika saat ini ada kecenderungan peluruhan kata dan tindakan dalam beragama.
“Inkonsisten itu dibenci Allah dalam Alquran, wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan,” ujar Haedar, mengutip QS As Shaff 2-3.[mus]