Lengkap Sudah Pelemahan untuk Penegakan Tindak Korupsi

Indonesiaplus.id – Produk hukum yang dihasilkan pada 2019 sangat mendukung tindak pidana korupsi. Bahkan, ada keterkaitan antara pelemahan KPK, revisi UU KPK, RUU pemasyarakatan hingga RKUHP yang sejalan.
“Jadi, lengkap sudah 2019 ini lima pimpinan KPK diisi oleh figur yang diduga punya masalah, lau KPK diperlemah dengan regulasi revisi UU KPK dan ketika pelaku korupsi masuk di penjara, akan mendapatkan kemudahan pengurangan hukuman lewat RUU pemasyarakatan,” ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana di Jakarta, Jumat (20/9/2019).
Hadirnya RKUHP, kata Kurnia, semakin menambah persoalan. Misalnya, delik-delik korupsi masih masuk ke RKUHP, serta dlam aturan di RKUHP hukuman bagi koruptor justru diperingan atau turun.
“Perlu publik tahu bahwa tadinya empat tahun di UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), turun menjadi dua tahun, juga denda banyak yang berkurang,” tandasnya.
Sikap pemerintah dan DPR, selalu berdalih bahwa rezim hukuman untuk korupsi saat ini bukan melalui pidana penjara. Masalahnya adalah lebih menekankan aspek asset recovery atau pengembalian harta negara usai dikorupsi.
“Memang kami sepakat dengan asset recovery, tapi baiknya ada hal yang sejalan dari sisi hukuman penjara dan aset recovery tersebut. Bisa jadi keliru jika ada pasal menyatakan hukuman penjara dikurangi dari empat jadi dua tahun,” katanya.
ICW melihat tren vonis setiap tahun yang tidak proporsional. Lalu, pola hukuman empat tahun, tren vonis hanya sekitar dua tahun lebih enam atau tujuh bulan saja.
“Logikanya bila masuk di RKUHP justru hukuman dikurangi, nanti delik pengadilan bisa makin rendah,” pungkasnya.[mus]