Lantik Pjs Gubernur Jabar, Fadli Zon: Pemerintah Sudah Bohong

Senin, 18 Juni 2018
Indonesiaplus.id – Pelantikan Komjen M. Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat oleh Menteri Dalam Negeri telah menjatuhkan kredibilitas pemerintah
“Masalah ini jadi kontroversi pada Januari – Februari 2018. Kritik masyarakat agar Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan kemudian Menko Polhukam pada 20 Februari 2018 akhirnya menyatakan usulan tersebut telah ditarik atau dibatalkan,” ujar Fadli di Jakarta, Senin (18/6/2018).
Selain mencederai Reformasi, tak ada alasan menjadikan perwira polisi aktif sebagai Pj Gubernur Jawa Barat. Masih banyak pejabat lain yang lebih pas menduduki posisi itu termasuk pejabat di lingkungan Kemendagri.
“Namun, pelantikan Komjen M. Iriawan menjadi Pj Gubernur Jawa Barat hari ini membuktikan semua pernyataan pemerintah tadi ternyata tak bisa dipercayai. Pemerintah bisa dianggap telah melakukan kebohongan publik, menipu rakyat,” katanya.
Alasan Dirjen Otonomi Daerah yang menyatakan Komjen M. Iriawan kini bukan lagi perwira aktif di lingkungan Mabes Polri, karena yang bersangkutan saat ini sedang menjabat Sestama Lemhanas, adalah alasan mengada-ada.
“Alasan itu mengkonfirmasi sejak awal yang bersangkutan memang sudah diplot harus jadi Pj Gubernur Jawa Barat. Mutasinya dari Mabes Polri ke Lemhanas pada Maret silam hanya dilakukan untuk memuluskan rencana Kemendagri saja,” tandasnya.
Ditunjuknya Iriawan memunculkan pertanyaan. Sebab, pemerintah begitu ngotot menjadikannya sebagai Pj Gubernur Jawa Barat, sehingga sampai tak segan menjilat ludah sendiri.
“Apa motifnya? Dulu alasannya rawan politik, tapi sejauh ini Pilkada Jabar aman-aman saja. Saya mencatat setidaknya ada tiga persoalan dari pelantikan Pj Gubernur Jawa Barat hari ini,” ucapnya.
Pelantikan ini telah menjatuhkan kredibilitas pemerintah. Dulu Presiden menyebut usulan ini hanyalah isu. Mendagri dan Kapolri juga telah menarik kembali usulan tersebut.
“Menko Polhukam bahkan telah mengklarifikasi tegas pembatalan usulan tersebut. Tapi tiba-tiba hari ini malah dilantik. Masyarakat bisa menilai sendiri, siapa sebenarnya yang gemar berbohong? Ke depan, sulit bagi publik untuk gampang mempercayai pernyataan pemerintah. Apa yang dikatakan lain dengan yang dilakukan,” katanya.
Keputusan itu akan membuat independensi Polri kian dipertanyakan, baik untuk konteks Pilkada Jawa Barat maupun pilkada-pilkada lainnya, termasuk pada seluruh tahap demokrasi yang akan dijalani tahun ini dan tahun depan.
“Kita mendengar laporan-laporan di daerah tentang tidak netralnya oknum-oknum aparat tertentu. Kita yakin masih banyak aparat Polri yang bersikap netral dan bekerja di jalan konstitusi untuk menjaga demokrasi kita,” kata Fadli.
Menurutnya, pelajaran dari Pilkada DKI lalu masih membekas bagaimana ada oknum yang sengaja berpihak pada calon tertentu. Ini merugikan bagi institusi Polri yang merupakan institusi milik bersama.
“Ketiga, kengototan ini pasti memancing lahirnya spekulasi di tengah masyarakat. Apa sebenarnya motif pemerintah? Sebab, dulu saat masalah ini pertama kali menjadi kontroversi, perwira Polri diajukan sebagai Pj Gubernur karena alasan Pilkada Jawa Barat dinilai rawan,” kata Fadli.
Ia berpendapat penilaian itu terbukti tak valid, telah dibantah oleh data Kemendagri dan Polri sendiri. Jawa Barat bukan termasuk zona merah Pilkada. Bahkan sejauh ini proses pilkada berjalan lancar.
“Langkah pemerintah yang tak mau dikoreksi semacam inilah yang justru bisa memanaskan dan menggelisahkan masyarakat Jawa Barat. Keputusan ini bisa menodai Pilkada Jawa Barat.”
Ia menegaskan hal-hal semacam ini perlu dikoreksi. Jangan sampai pemerintahan ini berjalan secara buta dan tuli, mengabaikan kritik dan kontrol masyarakat. [Mus]