Elit Partai Ummat Temui Ketua DPD Bahas Presiden Tiga Periode
Indonesiaplus.id – Pimpinan elit Partai Ummat menemui Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mahmud Mattalitti pada Jumat (17/9/2021).
Dipimpin langsung oleh Ketua Umum Ridho Rahmadi berkonsultasi dan menanyakan perkembangan wacana memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945 dan masa jabatan presiden tiga periode kepada La Nyalla.
Hadir dalam rombongan adalah Wakil Ketua Chandra Tirta Wijaya, Sekretaris Umum Ahmad Muhajir Sodruddin, dan Wakil Bendahara Umum Laila Istiana.
Ridho Rahmadi mengatakan bahwa PPHN cukup diatur dalam Undang-Undang yang dibuat DPR dan pemerintah. Ridho menilai PPHN ini tidak perlu masuk ke dalam UUD 1945 ataupun Tap MPR.
Ridho menilai wacana masuknya PPHN ke UUD 1945 cacat logika karena bertabrakan dengan semangat perjuangan reformasi 1998 yang telah merenggut nyawa mahasiswa dan penduduk sipil. Menghidupkan PPHN ibarat memutar balik waktu ke zaman pra reformasi.
“PPHN tidak relevan dengan posisi presiden saat ini yang dipilih langsung oleh rakyat dan bukan lagi sebagai mandataris MPR. Ke depan, MPR akan meminta pertanggungjawaban pelaksanaan PPHN oleh presiden?” ujar Ridho melalui keterangan tertulisnya.
Jika kemudian MPR dikembalikan menjadi sebuah Lembaga Tertinggi Negara, maka bertentangan dengan semangat reformasi yang sudah diperjuangkan susah payah dan berdarah-darah. Semangat reformasi salah satunya membangun pemerintahan dengan paradigma separation of power dengan semangat checks and balances.
Ridho sempat menyinggung masalah masa jabatan presiden menjadi tiga periode dan Partai Umat menilai wacana masa jabatan presiden hingga tiga periode ini belakangan semakin kencang berhembus.
“Namun, jika benar pembahasan periode ke-3 jabatan presiden, bukankah hal ini menjadi penyelewengan konstitusional dan dapat mengarah ke otoritarianisme,” tandas Ridho.
Ridho berharap DPD akan memainkan perannya sebagai penjaga demokrasi. Pasalnya, posisi itulah harus menjadi sikap DPD dalam menyikapi wacana amandemen kelima UUD 1945, khususnya terkait wacana amandemen masa jabatan Presiden menjadi tiga periode atau penambahan masa jabatan presiden dengan alasan kedaruratan.
“Tapi jangan sampai amandemen menjadi sarana untuk kembali ke masa otoritarianisme di masa lalu,” kata Ridho.[had]