Tiga Anak Korban Bencana Berhasil Dipertemukan dengan Keluarganya

Minggu, 7 Oktober 2018
Indonesiaplus.id – Salah satu dampak gempa dan tsunami adalah anak terpisah dari keluarga.
Sekretariat Bersama (Sekber) Perlindungan Anak, Kementerian Sosial (Kemensos) di Palu, Sulawesi Tengah, berhasil mempertemukan satu anak dari dua anak yang sebelumnya terpisah dan berhasil dipertemukan dengan keluarganya.
“Ketiga anak tersebut sudah dipertemukan dengan keluarganya, Sabtu (6/10/2018). Namun, sebelumnya sudah melalui sejumlah prosedur,” ujar koordinator Sekber Perlindungan Anak, Febriadi di Palu, Minggu (7/10/2018).
Anak yang tak disebutkan namanya ini, kata Fedi – panggilan Febriadi, semula berada di rumah sakit, usai selamat dari bencana. Sekber menerima laporan kemudian menemukannya lalu dipertemukan dengan keluarganya.
Pada Minggu (7/10/2018), Sekber Perlindungan Anak menerima data anak hilang/terpisah sebanyak lebih 50 anak, baik dari registrasi langsung di sekber, maupun dari aduan melalui media sosial, Facebook, whatsapp, serta selebaran.
Sekber Perlindungan Anak diterjunkan dan benar-benar mencermati tahapan sebelum si anak berada dalam pengasuhan pihak lain.
“Bahasa tubuh baik si anak maupun pengasuh yang baru kami cermati betul, sehingga bila ada indikasi mencurigakan atau anak menolak dengan reaksi tertentu, kami akan batalkan,” katanya.
Posisi anak ini dibawa keluarganya ke Manado, Sulawesi Utara. “Sedangkan kondisi di Manado, anak dalam pengawasan Kemensos melalui pekerja sosial dengan berkoordinasi pada dinas sosial setempat,” ungkapnya.
Jika masuk laporan terkait anak hilang, maka Sekber akan menyebarkan foto anak dengan menggunakan berbagai saluran informasi.
“Seperti melalui jaringan relawan yang ada atau menyebarkan foto di sejumlah tempat temasuk posko-posko bantuan tanpa mencantumkan identitas,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Nahar menyatakan, bahwa prosedur ketat perlu ditempuh untuk memastikan anak tersebut tidak berada dalam penguasaan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Terlebih dalam situasi bencana, dimana perhatian dan kesibukan masyarakat tekuras untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi.
Anak para korban bencana tidak mendapat pengawasan semestinya, atau malah tidak ada yang menjaga dan belum bertemu dengan orangtuanya atau orangtuanya wafat menjadi korban bencana.
“Tentu kami harus memastikan pihak yang mengasuh adalah orang bertanggung jawab dan benar-benar ingin memberikan perlindungan terhadap anak,” ucap Nahar.
Berbagai upaya tentu saja untuk menghindari anak dari berbagai tindak kejahatan, seperti penculikan, perdagangan orang, pencurian organ tubuh atau adopsi yang tidak sesuai prosedur atau adopsi ilegal.
Peran pemda tak kalah penting mencegah bahaya terhadap anak korban bencana. “Kami pastikan anak-anak yang kehilangan orangtuanya, diasuh kembali oleh orangtuanya/keluarga atau pihak yang jelas identitas dan tujuannya,” tandasnya.
Untuk pengaduan anak hilang dibuka di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BRSPDI) Nipotowe Palu. Hingga Minggu (7/10/2018) tercatat data masuk sebanyak 10 orang anak hilang atau terpisah dari orangtuanya.
Sedangkan mengantisipasi potensi ancaman terhadap kelompok sosial rentan, dalam hal ini anak, Kemensos dan sejumlah mitra melalui Sekber Perlindungan Anak melakukan tiga prioritas layanan, seperti pendataan anak terpisah/tanpa pendamping, Layanan Dukungan Psikososial (LDP) Anak, serta upaya pencegahan anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Dengan melakukan antara lain (1) Sosialisasi proses pengangkatan anak atau adopsi yang sesuai dengan aturan yang berlaku; (2) mencegah anak-anak keluar dari dari daerah gempa tidak dengan orangtua/keluarganya melalui pendataan di titik-titik pengungsian dan kedatangan pengungsi, serta mendirikan pos layanan sosial anak di daerah penyangga untuk mengantisipasi terjadinya anak-anak terpisah dan tanpa pendamping.
Selain itu, mulai membuat stiker informasi memcegah keterpisahan anak dengan orangtua dan keluarganya; mengaktivasi layanan pendataan di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Tengah; membuka layanan pendataan dan penjangkauan anak terpisah dan tanpa pendamping di Makassar; dan menelusuri berita viral tentang tawaran adopsi anak-anak korban gempa Palu di Makassar.
“Hasil sementara informasi tersebut tidak benar (hoax). Dilanjutkan dengan pencarian fakta lain dan kerja sama dengan lembaga mitra,” kata Fedi.
Sekber Perlindungan Anak menyediakan LDP Anak. Juga, berbagai aktivitas digelar di tenda khusus untuk memberi terapi psikologis bagi anak-anak yang terdampak gempa. Sekitar 19 anak baik laki-laki maupun perempuan mengikuti dengan gembira acara menyanyi dan anek hiburan lainnya dibimbing oleh psikolog anak Seto Mulyadi atau Kak Seto dan Kak Heny.
Pagi hari digelar aktivitas menggambar dan bernyanyi diikuti puluhan anak usia antara 5 -10 tahun. Sedangkan sore hari, diadakan permainan sulap dan bernyanyi. Sekber Perlindungan Anak digagas oleh Kemensos berserta lembaga mitra seperti UNICEF, Yayasan Sayangi Tunas Cilik, Palang Merah Indonesia (PMI), dan sebagainya.
Seto Mulyadi yang hadir di tenda Sekber Perlindungan Anak menyatakan, anak-anak korban gempa tsunami Sulawesi Tengah mengalami kemajuan signifikan dalam pemulihan trauma.
“Kuncinya ada pada bermain. Sebab bermain adalah dunia anak-anak. Dengan bermain anak-anak bisa meluapkan kegembiraan, dan berangsur-angsur mengikis aura negatif,” ujarnya.
Terapi bagi setiap anak berbeda satu dengan yang lain. “Anak dengan pengalaman traumatik berat tentu berbeda dengan anak yang lebih ringan beban psikologisnya,” tandasnya.[sap]