Sepenggal Kisah Dua Paradoksal Dari Ahok dan Ba’asyir

Kamis, 24 Januari 2019
Indonesiaplus.id – Publik disuguhkan dua narapidana Basuki Tjahaja Purnama dan Abu Bakar Ba’asyir. Saat Ahok sudah keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Brimob Kelapa Dua Kamis (24/1/2019).
Sedangkan Abu Bakar Ba’asyir sedianya bebas pada Rabu (23/1/2019) ini, namun batal. Sungguh dua paradoksal yang nyata.
Memang, Ahok dan Ba’asyir dua narapidana beda kasus. Ahok terbukti bersalah melakukan penistaaan agama.
Sedangkan Ba’asyir secara hukum terbukti melakukan aksi tindak pidana terorisme. Juga, Ba’asyir tidak mengakui keberadaan NKRI dan Pancasila. Di poin terakhir ini pula yang menjadi kendala kebebasan Ba’asyir.
Dua napi itu memang tidak ada korelasinya. Namun, rencana kebebasan keduanya yang berselang satu hari menjadi menarik. Masing-masing tokoh memiliki daya pikat bagi publik untuk mengikutinya.
Pada kasus Ahok menarik perhatian publik, lantaran kasusnya yang mencuat pada September 2016 itu dibumbui politik pilkada DKI Jakarta pada 2017. Drama Ahok mencuat sejak kasus ini muncul hingga Ahok di penjara.
Kendatipun menjalani hukuman penjara, Ahok tetap menjadi pembuat berita (news maker). Mulai soal perceraian dirinya dengan Veronica, bekas istrinya, hingga soal tempat penahanan Ahok yang di luar kelaziman, bukan di lembaga pemasyarakatan. Saat Pilkada serentak beberapa waktu lalu, Ahok tetap menjadi magnit bagi politisi sejawatnya.
Dukungan Ahok melalui tulisan tangan kerap diviralkan untuk menarik pikat calon pemilih. Sayangnya, dalam kasus Pilkada di Sumut dan Jatim, coretan dukungan Ahok tak banyak membantu. Djarot dan Puti terhempas dari pertarungan Pilkada di dua provinsi tambun itu.
Meski raga Ahok di penjara, para pecintanya tak pernah surut. Termasuk rencana penyambutan kebebasan Ahok pada Kamis (24/1/2019) dirancang sedemikian rupa. Di media sosial, meme penyambutan Ahok telah masif beredar dengan menulis sesuai akronim namanya BTP; Besok Tjahaja Pulang.
Situasi Ahok berbeda dengan yang dialami pengasuh Pondok Pesantren Ngruki, Abu Bakar Ba’asyir. Bila Jumat (18/1/2019) pekan lalu, Presiden Joko Widodo memastikan kebebasan Ba’asyir karena pertimbangan kemanusiaan dan kesehatan pria berusia 81 tahun itu, namun awal pekan ini situasinya berubah drastis.
Senin (21/1/2019) petang, Menkopolhukam Wiranto mengingatkan presiden mempertimbangkan faktor lainnya, selain faktor kemanusiaan, yakni faktor ideologi Pancasila.
Keesokan harinya, Selasa (22/1/2019) Presiden berubah pendapat. Jika persoalan idoelogi tak bisa ditawar lagi. Ba’asyir sejak awal tidak mengakui kesetiaan terhadap NKRI.
Tak pelak, rencana penyambutan Ba’asyir oleh santri dan keluarga pun menjadi hampa. Sebab, pria sepuh itu gagal menghirup udara segar. Ba’asyir rencananya bebas sehari sebelum Ahok bebas justru kini disalip Ahok. Paradoksal Ba’asyir dan Ahok.[sap]