NATIONAL

Psikolog: Pelaku Kejahatan Mayoritas Orang Dekat Korban

Sabtu, 24 November 2018

Indonesiaplus.id – Psikolog Reza Indragiri, menilai kasus yang dialami Abdulah Fithri Setiawan alias Dufi yang tewas di tangan pasangan suami istri Nurhadi dan Sari saat bertandang ke kediaman keduanya. Pasutri pembunuh Dufi bukanlah orang asing. Mereka saling mengenal.

Hal serupa dialami keluarga Daperum Nainggolan di Bekasi, Jawa Barat, yang dilakukan orang dekat. Pelaku pembantaian, Haris Simamora, merupakan paman kedua anak Daperum yang tewas akibat dicekik.

Dari dua kasus tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa pelaku kejahatan mayoritas merupakan orang terdekat korban cukup masuk akal. Pelaku paling potensial menghabisi seseorang tidak lain mereka yang sudah dikenal.

“Mereka sudah tahu persis pola kebiasaan hidup kita. Kita bangun jam berapa, berangkat kerja jam berapa, anak-anak berada di mana. Informasi-informasi semacam itu hanya dimiliki orang yang kenal dekat dengan kita,” ujar Reza, Sabtu (24/11/2018).

Kemungkinan seseorang, kata Reza, dihabisi orang terdekat seperti kerabat hitung-hitungannya lebih tinggi ketimbang potensi pelaku orang asing. Pada umumnya, orang terdekat memiliki perbendaharaan informasi dasar korban dan celah mana yang bisa dimanfaatkan.

“Sangat masuk akal orang potensial menghabisi kita sesungguhnya bukan orang asing tapi orang yang kenal dekat dengan kita,” katanya.

Secara umum dilakukan orang dikenal, motif kejahatan yang dilancarkan pelaku tidak selalu sama. Barangkali, pelaku hanya ingin menguasai harta korban namun potensi motif lebih dari hal tersebut tetap mungkin.

Pada kasus Dufi, Reza memperoleh informasi bahwa kedua pelaku ingin memperoleh barang milik korban. Artinya, motif pembunuhan Dufi sementara ialah motif instrumental bukan motif emosional.

“Ada motif instrumental yaitu dorongan melakukan kejahatan untuk mendapatkan manfaat tertentu. Entah popularitas, harta, atau menutupi kejahatan lain,” tandasnya.

Sedangakn menentukan sebuah pembunuhan direncanakan atau tidak, harus dinilai paling tidak ada empat hal yang harus ditakar. Pertama, target yang bisa dijangkau, kedua insentif yang bisa didapatkan sepadan dengan aksi kejahatan, ketiga sumberdaya yang harus efektif mencapai visi kejahatan, dan keempat risiko yang sudah harus mampu dikendalikan pelaku.

“Nah, jika targetnya dinilai positif, insentif, sumberdaya, dan risikonya positif, peluang bagi pelaku melakukan pembunuhan berencana semakin tinggi,” sambungnya.

Ketika target, insentif, sumberdaya, dan risiko yang akan diambil pelaku telah positif, peluang melakukan pembunuhan berencana semakin tinggi. Konsekuensinya, apabila penyidik yakin keempat unsur ini positif, semakin bulat kesimpulan pelaku melakukan perencanaan pembunuhan, bulat pula aksi pembunuhan secara terencana.

“Jadi, semakin bulat kesimpulan itu, semakin mantap nantinya bagi kejaksaan memberikan ancaman hukuman maksimal pda tersangka yakni hukuman mati,” jelasnya.[sap]

Related Articles

Back to top button