Masuki Musim Kemarau, BNPB Minta Masyarakat Waspada Karhutla dan Kekeringan

Indonesiaplus.id – Masyarakat diingatkan agar meningkatkan kewaspadaaan akan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memasuki musim kering 2023.
“Saat ini, kita sudah mulai berada pada awal musim kemarau di bulan Juni. Yang diwaspadai ada dua yakni karhutla dan kekeringan,” ujar Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari di Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Berdasarkan data karhutla dalam 2-3 bulan terakhir sudah terjadi sebanyak 131 kali. Meskipun dampaknya belum meluas, ia berharap semua pihak di daerah bisa siap sehingga eskalasi karhutla tidak meluas.
“Untuk grafik bencana dalam sepekan selama 5-11 Juni 2023 tercatat ada 27 kejadian bencana, di mana tujuh diantaranya adalah karhutla, yang mulai mendominasi beberapa wilayah Sumatera, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan,” katanya.
Ada variabilitas cuaca lokal yang secara umum terjadi kemarau tetapi juga berpotensi banjir, sehingga harus diperhatikan pemerintah daerah (pemda).
“Kondisi kemarau, tetapi ada daerah-daerah yang potensi banjir juga, misalnya Kabupaten Bogor mengalami kekeringan, sedangkan Kota Depok banjir. Dalam satu kawasan yang tidak terlalu luas, bisa terjadi dua fenomena yang sangat berlawanan,” tuturnya.
Kendati curah hujan sudah tidak terlalu tinggi, tetapi bisa membantu mengurangi dampak karhutla. “Jika ada karhutla di Karo, Sumatera Utara, begitu meluas, ada hujan, itu terbantu, sehingga upaya-upaya pemadaman cepat terbantu oleh faktor alam,” katanya.
Pihaknya berharap tahun ini cuaca tidak terlalu kering, masih ada awan hujan sehingga ketika ada eskalasi dari kekeringan dan karhutla, masih bisa berharap awan hujan bisa memadamkan karhutla atau setidaknya menjaga sumber-sumber air.
“Namun, untuk jangka panjang harus mencari solusi-solusi permanen, misalnya preservasi air, karena ketika musim hujan bisa kita tahan di daerah-daerah resapan air dengan vegetasi yang cukup, sehingga saat musim kemarau, air ini kemudian bisa mengalir sehingga tetap bisa mengisi embung, waduk, dan daerah resapan air yang lain,” ungkapnya.
BNPB mengingatkan pentingnya pencegahan agar tak terjadi karhutla parah seperti tahun 2015, di mana kerugian negara ditaksir mencapai Rp116 triliun oleh Bank Dunia.
“Secara umum karhutla akan meningkatkan emisi CO2, harus kita putus, dan melihat karhutla sebagai upaya sistematis, yang paling utama adalah pencegahan, jangan sampai ada api. Karena begitu apinya sudah menjalar akan sangat sulit memadamkan,” katanya.
Selain itu, hingga kini BNPB telah melakukan upaya modifikasi cuaca dengan hujan buatan untuk menjaga daerah resapan air agar tidak kering.[yus]