Indonesiaplus.id – Dalam beberapa hari terakhir, Indonesia diterjang suhu atau cuaca panas. Perhatian publik tertuju pada gelombang panas yang saat ini menerjang banyak negara di Asia Selatan seperti di India.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan cuaca panas dan gelombang panas alias heatwave merupakan dua hal berbeda.
“Fenomena udara panas di Indonesia jika ditinjau secara lebih mendalam, baik secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk ke dalam kategori gelombang panas,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Selasa (25/4/2023).
Secara karakteristik fenomena suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang biasa terjadi setiap tahun. Potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Dengan variasi suhu maksimum 34°Celsius – 36°C untuk Indonesia masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun- tahun sebelumnya. “Secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, bulan April-Mei-Juni adalah bulan-bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November,” kata Dwikorita Karnawati.
Selain itu, potensi El Nino mengancam sebagian besar wilayah Indonesia pada Agustus mendatang. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan meminta semua pihak bersiap menghadapi El Nino.
Kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah harus bersiap melakukan upaya mitigasi menghadapi El Nino. Pengalaman pada 2015, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas, termasuk juga kebakaran hutan dan lahan atau karhutla.
“Juga, ditambah gelombang panas mendorong rekor suhu tertinggi di Asia akhir-akhir ini. Pemodelan cuaca yang kami dapatkan, El Nino diprediksi akan terjadi pada Agustus 2023 meski ketidakpastian tingkat keparahan El Nino masih sangat tinggi,” kata Menko Marves.[yus]
