4 Fakta Film G30S PKI Ditayangkan Sejak Era Orde Baru

Indonesiaplus.id – Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965 dikenal dengan Gerakan 30 September atau G30S PKI.
Gerakan tersebut mengincar TNI AD ini menjadi salah satu sejarah pahit yang pernah dialami Indonesia. Untuk mengenang perjuangan pahlawan G30SPKI, Indonesia menayangkan film dokumenter yang ditayangkan setiap tanggal 30 September.
Penayangan tersebut dilakukan sejak era Soeharto hingga sekarang. Berikut fakta film G30S PKI yang ditayangkan di era Orde Baru.
Pertama, adegan yang tidak sesuai
Film tidak mengandung alur cerita yang sesuai dengan faktanya, film dokumenter G30S PKI sempat tidak ditayangkan lagi. Dalam film itu, ada adegan yang menunjukkan perlakuan bengis terhadap para jenderal sebelum dibunuh. Berdasarkan buku “Tak Ada Penyiksaan Terhadap 6 Jenderal Wawancara Dengan DR. Liaw Yan Siang”, disebutkan bahwa hasil visum terhadap para jenderal dan seorang perwira mati karena tembakan.
Kedua, penonton terbanyak
Saat penayangan perdananya pada 1984, film G30S PKI tembus hingga 699.282 penonton di DKI Jakarta. Jumlah tersebut menjadi yang tertinggi dan melewati jumlah penonton box office saat itu. Sementara itu, film G30S PKI ini ditayangkan setiap tahun menjelang 30 September untuk mengenang pahlawan. Film mulai ditayangkan sejak era Orde Baru kepemimpinan Presiden Soeharto.
Ketiga, diminta untuk ditayangkan lagi
Film G30S PKI sempat diberhentikan tayang karena beberapa adegan yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Survei lembaga media survei nasional (Median), menunjukkan hasil responden yang menyatakan setuju atas diputarnya kembali film ini. Pemutaran kembali film ini untuk mengingatkan masyarakat tentang pengkhianatan yang terjadi di Indonesia.
Keempat, peta yang tidak Sesuai
Salah satu adegan di film G30S PKI, menunjukkan peta yang berada di ruang Kostrad. Pada peta tersebut, terlihat sudah terdapat Timor Timur sebagai wilayah Indonesia. Sejarawan Asvi Warman Adam dalam buku Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan Peristiwa menuliskan bahwa tahun 1965/1966 Timor Timur belum terintegrasi ke dalam NKRI.[yus]