Hapus Ketimpangan Gender Dengan Tingkatkan Kesejahteraan Berkeadilan

Indonesiaplus.id – Salah satu upaya pemerintah bersama masyarakat untuk penghapusan ketimpangan gender dan pelanggaran hak anak dan memperbaiki kehidupan perempuan dan anak dengan meningkatkan kesejahteraan yang berkeadilan.
Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung mendukung Pengembangan Sahabat Perempuan dan Anak di Desa untuk menggorganisasikan partisipasi masyarakat mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Selain itu, SAPA dikembangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sementara program DRPPA diusung oleh KPPPA bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDT) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Program DRPPA dikembangkan sebagai bagian dari strategi pembangunan manusia dan percepatan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di seluruh desa melalui desa inklisif yang mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta meningkatan kesejahtereaan semua usia.
Saat ini, ketimpangan gender masih memarginalkan perempuan dan masih banyak anak yang hidupnya memprihatinkan menuntut ada peningkatan aksi. Berbagai kekerasan berbasis gender sering ditemukan, data menunjukkan bahwa 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan dan selain pasngan (Catatan Tahunan Komnas Perempuan, 2021).
Data prevalensi kekerasan terhadap anak masih sangat tinggi untuk anak laki-laki 61,7% dan pada anak perempuan 62 % (Survey Pengalaman Hidup anak Dan Remaja tahun 2018). Data hanya Sebagian dari bukti ketimpangan. Masih banyak lagi data yang menjadi bukti pentingnya membangun masyarakat yang ramah perempuan dan peduli anak.
Pada sisi suplai, DRPPA didesain untuk meningkatkan komitmen mendorong pemerintah desa untuk mengembangkan program-program yang berkeadilan gender dengan pendekatan sepanjang hayat, memberdayakan perempuan dan melindungi anak, sehingga mereka dapat memperoleh keadilan, hidup layak, dan masyarakat secara keseluruhan lebih sejahtera.
Sedangkan di sisi demand, didesain untuk meningkatkan partisipasi masyarakat mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, termasuk memberdayakan peremuan, serta melindungi dan memenuhi hak-hak anak-anak. KPPPA mendesain penguatan dan pengorganisasi partisipasi masyarakat untuk mewujudkan hal tersebut di desa-desa melalui “Sahabat Perempuan dan Anak di Desa (SAPA Desa).
SAPA merupakan pengorganisasian sosial yang didasarkan pada jaringan, norma atau kepercayaan diantara anggotanya yang memfasilitasi kerja sama dan koordinasi untuk mewujudkan kepedulian terhadap pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di desa. Juga, SAPA menguatkan modal sosial masyarakat desa untuk mendukung terwujudnya DRPPA.
Dalam pelaksanaan, KPPPA menggandeng sejumlah pakar dari beberapa perguruan tinggi seperti PUI-PPH Unika Atmajaya Jakarta, Universitas Gajah Mada, Poltekesos Bandung, Universitas Bengkulu, Universitas Padjadjaran, Unika Widya Mandira Kupang, Universitas Nusa Cendana NTT dan konsultan independent untuk gender dan perlindungan anak yang sering terlibat dalam Pengembangan program nasional. Tim tersebut sebelumnya menjadi mitra KPPPA dalam mengembangan strategi Pertlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Kegiatan peluncuran dan penguatan komitmen daerah terhadap DRPPA didukung SAPA digelar melalui Rapat Koordinasi Pengembangan DRPPA. Melalui Rakor secara virtual yang juga dihimpun masukan-masukan dari pra pihak untuk menyempurnakan desain melalui diskusi di lima ruang zoom yang dibuka langsung oleh Meneteri PPPA melibatkan Kemendes PDT, Bappenas, Kementerian Agama, Kementerian Ketenagakerjaan.
Termasuk, dari jajaran Eselon 1 dan 2 KPPPA, Kementerian/Lembaga lainnya yang terkait, tim Pakar dari Poltekesos Bandung, Institut KAPPAL Perempuan, PEKKA, dan Para, Kepala Dinas PPPA provinsi, Bupati, Bappeda dan Kepala Dinas PPPA 71 Kabupaten dan 142 orang Kepala Desa.[ama]