HUMANITIES

Ekosistem Kebudayaan Gerbang Pembangunan Daerah

Jumat, 7 September 2018

Indonesiaplus.id – Festival Seni Multatuli 2018 diisi dengan kegiatan simposium selama dua hari dan tiga sesi yang menghadirkan para pembicara di bidangnya.

Selain itu, juga ada kegiatan rutin tahuan kebudayaan, yaitu Seba Baduy dan Peringatan Hari jadi Kabupaten Lebak.

Pasca kolonial dan isu-isu mutakhir lintas disiplin merupakan salah satu rangkaian Festival Seni Multatuli 2018 tersebut.

“Kami mengapresiasi festival seni multatuli 2018. Sebab, ekosistem kebudayaan adalah gerbang pembangunan daerah, kami ingin mengenalkan Lebak lebih jauh melalui kebudayaan, ” ujar Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya saat membuka secara resmi simposium di Lebak, Banten, Jumat (7/9/2018).

Digelar di Aula Multatuli, Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Lebak, simposium sesi pertama menghadirkan narasumber Dr. Neng Dara Affiah, Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Katrin Bandel Kritikus Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Pembahasan feminisme dan gerakan perempuan di Indonesia menjadi sub tema disampaikan oleh Neng Dara, dilanjutkan oleh Katrin Bandel dengan Pertarungan Maskulinitas dalam Novel Max Havelar karya Multatuli.

Kegiatan simposium dalam Festival Seni Multatuli 2018 berlangsung selama dua hari yang dibagi dalam tiga sesi simposium.

Sesi pertama dilaksanakan pada Jumat (7/9/2018) dengan sub tema gender kemudian sesi kedua dan ketiga akan dilaksanakan pada Sabtu (8/9/ 2018).

Pada sesi kedua dibuka dengan Orasi Kebudayaan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid.

Dilanjutkan dengan paparan terkait kolonialisme oleh Dr. Sri Margana Sejarawan, Universtas Gadjah Mada) dan Konteks Sejarah Novel Max Havelar oleh Dr. Bondan Kanumoyoso (Sejarawan, Universitas Indonesia).

Terkahir, yaitu sesi III sebagai penutup F Rahardi akan membahas Konteks Melenial Kisah Saidjah dan Adinda dalam Novel Max Havelar.[mor]

Related Articles

Back to top button