GLOBAL

Data Bocor, Iklan Maaf Zuckerberg Hiasi Koran Nasional Inggris

Senin, 26 Maret 2018

Indonesiaplus.id – Iklan permintaan maaf satu halaman penuh pada hampir seluruh koran nasional Inggris, Minggu (25/3/2018), dilakukan CEO Facebook Mark Zuckerberg usai skandal kebocoran data 50 juta pengguna Facebook terkuak ke publik.

‘’Kami berkewajiban melindungi informasi Anda. Jika kami tidak mampu, kami pantas dicap tidak layak (melakukannya),” bunyi iklan satu halaman penuh di halaman belakang sebuah koran nasional.

Zuckerberg lantas menyebutkan sebuah kuis gaya hidup (lifestyle) yang disusun Aleksandr Kogan, periset di Universitas Cambridge, pada 2014 yang ‘’membocorkan data jutaan orang di Facebook”.

Aplikasi kuis untuk Facebook kreasi Kogan diunduh 270 ribu orang, tetapi juga membuka akses ke puluhan juta pengguna Facebook yang ada dalam kontak mereka.

‘’Ini pelanggaran kepercayaan dan saya meminta maaf kami tidak bertindak lebih saat itu. Kini kami menempuh sejumlah langkah untuk meyakinkan yang seperti ini tidak terulang kembali,” tulis Zuckerberg.

Namun dalam iklan itu, Zuckerberg tidak menyebutkan nama Cambridge Analytica (CA), perusahaan Inggris yang dituduh memanfaatkan bocoran data untuk kepentingan kampanye Presiden AS Donald Trump pada Pemilihan Presiden 2016.

Facebook meyakini bahwa Kogan melakukan pelanggaran dengan membocorkan data pengguna Facebook ke CA tanpa sepengetahuan mereka. Kogan menampik tuduhan ini dengan menyatakan ia dijadikan ‘’kambing hitam”.

Kini, facebook menyelidiki setiap aplikasi yang meminta akses ke sejumlah besar data sebelum membereskan masalah saat ini. Sejumlah aplikasi yang menuntut akses ke sejumlah besar data tersebut diperkirakan bakal didapati.

‘’Dan saat kami menemukannya, kami akan mencekalnya serta memberitahu setiap orang yang terdampak,” katanya.

Iklan permintaan maaf tersebut menggaungkan pernyataan Zuckerberg pekan lalu setelah skandal kebocoran data pengguna memicu penyelidikan di Eropa dan AS serta membuat harga saham Facebook terjun bebas. Kantor CA di London, Sabtu (24/3), digeledah penyelidik dari badan pengawasan data di Inggris.[Fat]

Related Articles

Back to top button