Dampak Perang, IMF Sebut Ekonomi Dunia Hadapi Risiko Deglobalisasi

Indonesiaplus.id – Para ahli memprediksi sanksi ekonomi terhadap Rusia dapat memecah ekonomi global menjadi blok geopolitik. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan ekonomi dunia menghadapi risiko deglobalisasi.
Operasi militer Rusia di Ukraina dan sanksi Barat berikutnya terhadap Moskwa mungkin mendorong ekonomi global ke dalam fragmentasi geopolitik, bunyi IMF memperingatkan dalam laporan yang diterbitkan pada 26 Juli.
“Ada risiko serius terhadap prospek jangka menengah dari perang di Ukraina akan berkontribusi pada fragmentasi ekonomi dunia ke dalam blok-blok geopolitik dengan standar teknologi yang berbeda, sistem pembayaran lintas batas, dan mata uang cadangan,” tulis laporan itu.
IMF menyebutkan bahwa perpecahan seperti itu akan menghalangi komunitas global untuk bersama-sama menangani masalah global.
“Fragmentasi dapat mengurangi efektivitas kerja sama multilateral untuk mengatasi perubahan iklim, dengan risiko lebih lanjut bahwa krisis pangan saat ini dapat menjadi hal biasa,” kata para penulis laporan memperingatkan.
Berdasarkan laporan itu bahwa risiko ekonomi dan keuangan tradisional telah diperburuk oleh konflik di Ukraina dan akibatnya. Risiko tersebut saat ini termasuk efek dari kebijakan moneter yang lebih ketat, perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok dan kenaikan harga energi.
Masih menurut laporan bahwa ada “bukti terbatas dari reshoring,” atau deglobalisasi perdagangan. Saat ini dan secara keseluruhan, perdagangan global “telah lebih tangguh dari yang diharapkan sejak dimulainya pandemi ,” yang dapat dianggap sebagai tanda positif.
IMF memperkirakan sanksi semakin ketat terhadap Rusia akhirnya akan mengakibatkan penurunan ekspor minyak Rusia ke pasar global dan “penurunan ke nol” ekspor gas Rusia ke Eropa. Kondisi itu akhirnya akan membuat “ekspektasi inflasi semakin tinggi” di seluruh dunia dan memperketat kondisi keuangan saat pemerintah berupaya menghadapi kenaikan harga.
“Skenario ini ada goncangan berdampak luas, karena harga komoditas global yang lebih tinggi dan kondisi moneter dan keuangan yang lebih ketat akan memengaruhi hampir semua negara, meskipun pada tingkat yang berbeda. Eropa akan sangat terpengaruh dalam skenario ini, dengan 2023, pertumbuhan regional mendekati nol,” tulis IMF.
Analis menyampaikan bahwa enjinakkan inflasi harus menjadi prioritas pertama bagi pembuat kebijakan terlepas dari biaya kebijakan moneter yang lebih ketat, karena penundaan hanya akan memperburuk biaya.[mar]