ECONOMY

Maskapai Dipaksa Turunkan Harga Tiket, Faisal: Emang Siapa Luhut?

Sabtu, 30 Maret 2019

Indonesiaplus.id – Tindak main ancam Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pada maskapai penerbangan  menurunkan tarif, banyak dikritik. Kendatipun akhirnya ada regulasi yang mewajibkannya.

Salah satu yang mengkritik adalah ekonom UI yang dikenal sebagai pendiri Institute for Development for  Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri, yang mempertanyakan sepak terjang sang menko.

“Bila saja benar ada maskapai dipanggil Luhut, “Turunkan Kau” dasarnya apa? Enggak jelas, jadi semua itu harus pakai aturan. Memangnya raja, Luhut ini? Titah? Kan bukan titah, negeri ini harus tertib,” kritik Faisal saat  menjadi nara sumber dalam diskusi Publik Politik Pembangunan Infrastruktur di Batik Kuring, SCBD, Jakarta,  Kamis (28/3/2019)

Bagi mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas), penetapan tarif batas atas (TBA)  dan tarif batas bawah (TBB) untuk penumpang pesawat, menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan.

“Jadi, oke ada batas atas, batas bawah kasih Menhub. Menko, itu tugasnya mengkoordinasikan bukan mengambil keputusan, yang harusnya menteri teknis. Gitu loh,” ungkapnya.

“Waduh kalau caranya gini kemudian tiba-tiba muncul aturankan ini bukan dari Luhut, tapi kementerian yang dibawahnya Luhut,” tandasnya.

Misalnya, kata Faisal, apabila ada investor asing yang ingin mendirikan SPBU di Indonesia, tentu tidak bisa diatur pemerintah. Sebab, bahan bakar minyak (BBM) yang dijual, tidak disubsidi pemerintah. Kondisi ini tak ubahnya  bisnis airlines di Indonesia.

“Kita undang investor asing. Lalu investor bikin pompa bensin harganya itu bebas nggak diatur, karena dia gak jualan subsidi, tiba-tiba kalau naikkan harga izin pemerintah ya, kan kacau begini-begini ini,” katanya.

Faisal menilai tindakan Luhut bisa berbuah blunder. Di mana, pemilik modal bisa saja mengurungkan niat  investasinya di di Indonesia.

“Pantes investasi enggak dateng-dateng, karena itu. Yang ini ngomong apa, yang itu ngomong apa. Jadi menteri  yang satu sudah oke, menteri yang lain ngomong lain-lain. Jadi pusing. jadi enggak ada kepastian. Jadi ada  aturannya terlepas dari saya setuju atau tidak setuju. ada aturan tapi semua harus pakai aturan, tidak boleh titah,” pungkasnya.[sal]

Related Articles

Back to top button