ECONOMY

Hingga Awal Tahun Stok Aman, Faktanya Harga Bawang Putih Naik Tuh

Indonesiaplus.id – Memasuki Februari 2021 komoditas bawang putih kembali naik dari 23.600 per kilo sebelum Desember 2020 menjadi 28.350 per kilo di Januari 2021. Padahal stok cukup dan diperkirakan harga terus naik hingga Maret.

Setiap awal tahun, sudah menjadi rahasia umum bawang putih selalu bergejolak karena persoalan RIPH dan SPI, sebab hampir 90 persen tanaman sub tropis ini diimpor dari China.

Pihak KPPU mengingatkan jika pemerintah dalam hal ini Kementan dan Kemendag tidak segera membenahi importasi bawang putih, maka siklus kenaikan harga bawang putih akan terus berulang setiap tahun.

Menurut Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Umbi Indonesia (Pusbarindo) salah satu asosiasi importir bawang putih menilai kenaikan harga dan stok untuk Januari-Maret 2021 stok bawang putih cukup aman.

“Untuk stok sekitar 175.000 ton. Kita aman dari Januari sampai Maret sebab per bulan konsumsi rata-rata 47.000 per bulan dengan punya stok 175.000 ton masih cukup terlebih adanya pandemi Covid-19, menurut hemat dan stok per bulan tidak sampai 47.000 ton,” tutur Ketua Pusbarindo, Valentino kepada awak media di Jakarta, Kamis (4/1/2021).

Dasar perhitungan, lanjut Valentino, stok bawang putih pada awal 2021 berasal dari data carry over asosiasi ekportir garlic China, yang menurutnya masih ada 175.000 ton sehingga stok dinilai masih kondisi aman.

Terkait kenaikan harga selalu terjadi setiap tahun, ia mengakui sebagai fenomena yang biasa terjadi. Sudah dua tahun lalu Pusbarindo meminta ada transparansi RIPH dan SPI, sudah ada peraturannya.

“Saatnya bagaimana peraturan memperhatikan supply dan demand. Kalau supply kurang pemerintah harus bisa mengantisipasi jauh-jauh sebelumnya,” tandasnya.

Terbitnya RIPH dan SPI, tidak pernah mengusulkan RIPH dan SPI terbit Maret. Importir, makin cepat RIPH dan SPI ada makin senang. Kenaikan harga justru dimainkan oleh distributor bukan importir.

“Jadi, biasanya pihak mempermainkan harga itu distributor pertama dan kedua. Jika sampai dengan Maret belum keluar SPI biasanya mereka naikan harga,” tandasnya.

Mulyadi dari Perkumpulan Pedagang Bawang Nusantara (PPBN) sebaliknya, pihaknya mengkhawatirkan peristiwa seperti tahun-tahun sebelumnya terulang kembali antara Januari sampai Maret.

Saat ini, faktanya harga sudah mulai merangkak naik di tingkat importir sudah menyentuh 20.000 per kilo, di pedagang eceran sudah mendekati 30.000 per kilo. “Memang, logikanya kalau stok cukup harusnya harga stabil,” terang Mulyadi.

Bisa dibandingkan relaksasi berlaku, pada April sampai Mei 2020 harga bawang putih jenis kating di pedagang pasar induk 15.000 per kilo, untuk jenis honan atau banci 12.000 per kilo, padahal saat itu pandemi covid sedang puncak-puncaknya.

“Namun, sejak relaksasi dicabut mulai akhir tahun harga bawang putih kembali naik. Kondisi ini menandakan sumber masalah ada di aturan RIPH dan SPI rentan menimbulkan kelangkaan dan gejolak harga bawang putih,” tandasnya.

Melihat pengalaman relaksasi itu, PPBN menyarankan pemberlakuan tarifisasi demi mencegah permainan kuota dan rente ekonomi dalam impor bawang putih. Juga, China sebagai ekportir tidak mudah mempermainkan harga.

“Adanya RIPH dan SPI justru diuntungkan China karena mereka mengetahui bagi pemegang RIPH dan SPI mau tidak mau harus mengimpor sehingga barang ditahan atau harga akan dinaikkan,” katanya.

Persoalan kenaikan harga disebabkan distributor atau pedagang dibantah oleh salah satu pedagang bawang putih di pasar induk, Haji Khoirul. Ia menilai pedagang mengikuti harga dari atas atau sebelumnya.

“Pedagang itu kalau harga mahal di importir dibeli dan dijual dengan harga lebih tinggi. Tergantung harga di negara importir yang bisa bermain orang yang beli dari China juga, ” pungkas Khairul.[tat]

Related Articles

Back to top button