Jika Depresiasi Rupiah Berlanjut, Pengamat: Bisa Tembus Rp 18.000
Indonesiaplus.id – Aksi investor terus melikuidasi aset berisiko dan membeli dolar AS semakin menjadi-jadi, sehingga menekan rupiah jatuh ke level terendahnya sejak krisis keuangan Juni 1998.
Diprediksi nilai tukar rupiah akan merangkak hingga mencapai level Rp16.000 dolar AS. Data Bloomberg pada Kamis (19/3/2020) rupiah parkir di level Rp15.913 per dolar AS, melemah 4,3 persen atau 690 poin.
Pada level perdagangan kali ini menjadi level terendah dalam 22 tahun terakhir dan kinerja harian terburuk rupiah sejak Agustus 2013.
Sepanjang tahun berjalan 2020, rupiah telah terkoreksi 12,86 persen, menjadi kinerja terburuk di antara mata uang Asia setelah won yang melemah 10,1 persen.
Pada saat yang sama, kurs jisdor Bank Indonesia (BI) rupiah berada di level Rp15.712 per dolar AS, melemah 3,2 persen dibandingkan kurs perdagangan Rabu (18/3/2020) di level Rp15.223 per dolar AS.
Sedangkan indeks dolar AS mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama bergerak menguat 0,41 persen ke level 101,57, menjadi level tertinggi sejak Maret 2017.
Kekhawatiran pasar masih tinggi terhadap prospek perlambatan ekonomi di tengah penyebaran virus corona atau Covid-19. Selama penyebaran masih meningkat dan lockdown masih terjadi, aktivitas ekonomi terganggu dan melambat.
“Respon pasar masih belum melihat stimulus yang ada sekarang bisa membantu memulihkan keadaan dengan cepat,” ujar Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra, Kamis (19/3/2020).
Kabar teranyar, BI kembali memangkas suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 4,5 persen. Nilai rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan dan menguji level terendah pada 1998 di kisaran Rp16.850 per dolar AS.
Sementara itu, analis Capital Futures Wahyu Laksono, terjadi pelemahan rupiah menguji level psikologis terbaru Rp16.000 per dolar AS sangat wajar terjadi dalam kondisi pasar saat ini.
Dari semua pasar global, mulai aset berisiko hingga emas yang dinilai sebagai safe haven, tengah dibayangi aksi jual besar-besaran karena pasar melikuidasi aset investasi untuk mencari dolar AS lebih banyak.
Maka, dampaknya rupiah untuk menyentuh Rp18.000 per dolar AS sangat memungkinkan jika penyebaran virus corona atau Covid-19 tidak terbendung.
“Itu tidak selamanya, nantinya dolar AS akan mencari balancing saat krisis likuiditas mereda dan isu beralih kepada resesi dan respon moneter oleh The Fed, jika sudah masuk tahapan ini, dolar AS tidak mungkin boleh menguat terus,” jelas Wahyu.
Sehingga pada saat itulah, investor menilai kembali pasar mana yang akan menjadi tempat terbaik untuk mendulang keuntungan setelah pasar bergejolak.
Namun, jika Indonesia berhasil memposisikan diri sebagai tempat yang menarik untuk dikunjungi investor, rupiah akan cepat pulih dan diperdagangkan sesuai dengan nilai fundamentalnya.
Pengamat Pasar Mata Uang Farial Anwar menilai langkah yang diambil oleh BI dengan memperkuat intensitas kebijakan triple intervention sudah cukup baik. Tapi hal itu tidak bisa membendung tekanan global.
Saat ini paling sulit dijaga untuk mencegah investor asing keluar dari pasar Indonesia. Pasar Indonesia selalu dinilai sebagai pasar yang menarik karena tingkat suku bunga yang cukup jauh dari dolar AS.
Juga, inflasi cenderung stabil, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik sehingga imbal hasil yang didapatkan bisa lebih besar walaupun resiko tinggi.
Tetapi dalam keadaan seperti ini, di tengah banyak ketidakpastian,pasar asing akan menjauhi rupiah dan mendekati aset safe haven dolar AS.
“Saya kira itulah cukup sulit bagi Indonesia di tengah rezim devisa bebas, dana asing bisa keluar dan masuk dengan mudah sehingga ketika dana asing keluar kita cukup panik,” tandasnya.
Pasar harus diperlukan langkah pengendalian capital inflow dengan menahan dana asing yang masuk setidaknya satu hingga dua bulan agar dapat membatasi keluarnya dana asing yang berbondong-bondong tersebut.[sal]