Cerita Menkeu Soal Freeport Selalu Sensitif Secara Politik dan Ekonomi

Kamis, 27 Desember 2018
Indonesiaplus.id – Perjalanan Indonesia mengakuisisi 51% saham Freeport McMoran (FCX) ke PT Freeport Indonesia (PTFI) pada Kamis (27/12/2018) bukan tugas mudah dengan beragam masalah.
“Tugas itu tidaklah mudah dan sungguh kompleks, karena segala urusan menyangkut operasi Freeport di Papua selalu sensitif secara politik, hukum, ekonomi, sosial, dan keamanan. Berbagai kepentingan mengakar tidak hanya dari dalam tapi menyangkut perusahaan global FCX yang listed di New York Amerika Serikat,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati seperti dikutip dari laman resmi media sosial miliknya, Kamis (27/12/2018).
Setiap ucapan, kata Menkeu, dan tindakan serta keputusan pemerintah yang menyangkut penanganan pertambangan Freeport akan membuktikan dimana posisi Indonesia terhadap kepentingan negara dan kemakmuran rakyatnya baik di Papua maupun seluruh rakyat Indonesia.
“Kepentingan membangun ketahanan ekonomi Indonesia termasuk pembangunan industri, kepentingan perbaikan dan kelestarian lingkungan, kepentingan penerimaan negara, kepentingan kepastian hukum dan menjaga tata kelola yang baik, dan kepentingan menjaga kepercayaan dunia usaha dan Invetasi,” katanya.
Menkeu bercerita terkait peran dari setiap menteri dan instansi yang terlibat dalam proses ini. Seperti Para menteri dan jajaran melakukan negosiasi Menteri Jonan dan jajaran ESDM melakukan negosiasi dari aspek pengalihan KK menjadi IUPK dan kontrak pembangunan smelter.
“Menteri Rini Sumarno dan jajaran BUMN beserta saya dan jajaran Kemenkeu, menangani bagaimana struktur transaksi divestasi 51% dilakukan, dimulai dari pembentukan holding pertambangan Inalum, menunjuk Dirut Inalum Budi Sadikin untuk meneliti kontrak FCX dengan Rio Tinto, melakukan valuasi yang fair dan transparan dan dapat diterima oleh semua pihak di dalam dan luar negeri,” ungkapnya.
Lalu Menteri BUMN dan Inalum mengusulkan dan menyelesaikan struktur transaksi pengambilalihan antara Rio Tinto FCX dan FCX-Inalum, juga pembagian porsi yang akan dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Provinsi Papua dan kabupaten imika)
Selain mengawal penerbitan obligasi Inalum untuk pembelian saham 51%, Menkeu dan Menteri BUMN melakukan penanganan Rating Agency Moodys dan Fitch sampai dengan status kewajiban perpajakannya.
“Untuk mendapatkan rating obligasi global dari Inalum agar mendapat rating terbaik sesuai dengan rating Sovereign RI. Menkeu beserta jajaran DJP meneliti transaksi Rio Tinto -FCX dan Inalum untuk menetapkan status kewajiban perpajakannya,” jelasnya.
Hal ini adalah suatu perintah yang sangat jelas dan memberikan kekuatan moral dan politik kepada para menteri untuk bernegosiasi secara tegas, fokus, berwibawa, dan konsisten tanpa konflik kepentingan dan unsur korupsi.
“Tak ada perundingan melalui pintu belakang. Para menteri bersama-sama menghadapi perundingan dan saling menunjang dan membantu. Kepemimpinan Presiden memberikan kejelasan dan melindungi kami dari berbagai kelompok yang memiliki kepentingan berbeda,” pungkasnya.[sal]