Usai Sahkan Qanun No 11, BI: Bank di Aceh Musti Syariah

Indonesiaplus.id – Pada akhir tahun lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh mengesahkan Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Pihak lembaga keuangan termasuk perbankan, diberikan waktu tiga tahun untuk menyesuaikan bisnisnya.
Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh Zainal Arifin Lubis, pihak perbankan harus bersiap menjalankan perusahaannya sesuai qanun tersebut.
“Tujuan qanun lembaga keuangan syariah untuk mendorong terwujudnya perekonomian Aceh yang
islami dan menghimpun serta memberikan dukungan pendanaan serta menjalankan fungsi lembaga keuangan berdasarkan prinsip syariah, ” kata Arifin di Kota Sabang, Selasa (3/9/2019).
Sejauh ini, kata Arifin, pihak perbankan tidak mengeluhkan qanun tentang perbankan syariah yang dikeluarkan pemerintahan Aceh. Para perbankan sedang mempersiapkan diri dan berproses merespon qanun tersebut.
“Sebagian perbankan sudah mengkonversikan sebagian kantor cabang konvensionalnya, seperti BNI, BRI, dan ada juga bank swasta. Intinya, informasi yang kami dapatkan dari perbankan di kantor pusat, mereka tidak ada keluhan dan kekhawatiran terhadap aturan khusus ini,” katanya.
Dengan tumbuh dan bergeliatnya penerapan ekonomi Islam di Aceh, diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Aceh, khususnya dari sisi perbankan.
BI Aceh berharap perbankan menyiapkan produknya agar siap bersaing di pasar. Masyarakat menilai perbankan syariah dengan perbankan konvensional tidak jauh berbeda karena mekanisme pembiayaan dinilai sama saja dengan kredit, hanya akadnya yang berbeda.
Jika perekonomian Aceh meningkat melalui pertumbuhan ekonomi syariah, hal tersebut akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat dan bisa menekan angka kemiskinan.
Para pengusaha dan pelaku pasar bisa makin mengembangkan usahanya melalui pembiayaan di sektor produktif pada perbankan syariah.
Pihakyna menilai, produk perbankan syariah di Indonesia masih berproses dan akan terus mengalami perbaikan yang positif. Namun saat ini, pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah di Aceh belum optimal, hal itu dilihat dari penyaluran pembiayaan yang masih berkonsentrasi di sektor konsumsi.
“Memang seharusnya pembiayaan tidak tinggi di sektor yang sifatnya konsumsi, tapi di sektor produktif. Konsumsi boleh tapi produktif harusnya lebih besar porsinya. Sehingga akan muncul mata rantai industri yang lebih kuat karena setiap satu industri muncul, dia akan menimbulkan usaha mata rantai yang lain,”pungkasnya.[sal]