UU Pemilu Diuji ke MK KPU: Aturan Pemilu Berpeluang Diubah
Jumat, 8 Maret 2019
Indonesiaplus.id – Uji materi U Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ditempuh sejumlah kalangan, seperti pegiat pemilu, akademisi, advokat, warga binaan, serta karyawan swasta ke MK disambut baik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (5/3/2019).
Salah satu dari lima poin pasal yang digugat, menyangkut syarat mutlak kepemilikan KTP-elektronik (KTP-el) untuk mencoblos.
Menurut Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan, Kamis (7/3/2019), lembaganya tidak menutup kemungkinan mengubah beberapa mekanisme (aturan) dalam pemilu, terutama yang menyangkut hak pilih masyarakat. Prinsipnya, penyelenggara melihat permohonan uji materi ini sebagai partisipasi aktif dari warga terhadap pemilu serentak 17 April 2019.
“Bila saja memang harus terjadi perubahan dalam mekanisme Pemilu 2019, KPU dalam posisi siap,” katanya di Jakarta, kemarin.
Para pemohon yang terdiri atas Perludem, NETGRIT, Direktur PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas, warga binaan di Lapas Tangerang, serta karyawan ini melihat adanya keperluan untuk menyelamatkan hak suara yang mungkin hilang karena prosedur administratif yang tertuang dalam UU Pemilu.
Mereka bertekad menyelamatkan hak warga, menyusul 4 juta pemilih potensial belum memiliki KTP-el. Selain itu sekitar 5 ribu pemilih baru berusia 17 tahun jelang Hari-H (pemungutan suara), sehingga belum punya KTP-el.
Kelima poin yang diuji materi yakni meliputi Pasal 348 ayat (9), Pasal 348 ayat (4), Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), dan Pasal 383 ayat (2). Aturan yang tertuang dalam pasal-pasal itu dinilai bisa menghambat atau menghilangkan hak pilih warga negara yang harusnya dilindungi.
Menurut juru Bicara MK Fajar Laksono, progres permohonan uji materi UU Pemilu dalam proses registrasi, tinggal menunggu jadwal sidang pendahuluan. Dia tidak berani spekulasi mengenai nasib regulasi pesta demokrasi yang bakal diketuk hakim.
“Tunggu saja bagaimana pandangan hakim konstitusi, harus ada perbaikan dalam laporan tersebut atau bisa langsung diputus,” ujar Fajar.
Perwakilan Advokat dan Konsultan Hukum dari Indrayana Center for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Denny Indrayana berharap, MK dapat memprioritaskan permohonan uji materi UU Pemilu.
Sembari menunggu jadwal sidang pendahuluan di MK, pihaknya terus berkonsolidasi dengan para pemohon, termasuk diskusi bersama para ahli dari sisi hukum tata negara serta konstitusi.
“Kami berharap para ahli mendukung permohonan kami. Kami optimistis, MK segera mengeluarkan putusan,” ujarnya.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Syarif Hidayatullah Adi Prayitno, Pemilu 2019 harus menghadirkan aturan-aturan yang fleksibel, terutama yang bisa dinegosiasikan.
“Jangan karena tidak memiliki KTP-el, hak berpolitik seseorang dihalangi. Semestinya bisa diatasi dengan solusi lain, seperti surat keterangan (suket), KTP biasa, akta kelahiran, atau surat nikah,” tandasnya.[mus]