Rehabilitasi Bencana Lombok dan Palu, Jokowi Mau Ngutang Rp 15 T
Senin, 15 Oktober 2018
Indonesiaplus.id – Di tengah situasi ekonomi yang sedang tertekan, pemerintah Indonesia justeru menambah utang baru senilai US$ 1 miliar dari Bank Dunia.
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengingatkan pemerintah bahwa berhutang dalam situasi seperti ini bukan keputusan yang tepat.
Disampaikan Heri merepons komitmen Bank Dunia memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia sebesar US$1 miliar atau setara Rp 15 triliun, sebagai upaya mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi bencana di Lombok dan Sulawesi Tengah.
“Jelas ini sama saja mengatasi bencana dengan bencana,” ucap Heri Gunawan dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/10/2018).
Dari jumlah tersebut, di luar US$300 juta dari Bank Dunia untuk meningkatkan prasarana dan pelayanan dasar yang relevan dengan pariwisata, memperkuat hubungan ekonomi lokal dengan kepariwisataan.
“Adanya dua komitmen utang baru tersebut, semakin menegaskan status pemerintahan Joko Widodo sebagai rezim yang sangat rajin membuat utang,” ucap politikus Gerindra itu.
Sebelum ada komitmen baru tersebut, posisi utang Indonesia saja sudah sangat besar. Posisi utang pemerintah saja per Agustus 2018 sudah Rp 4.363 triliun. Dengan jumlah ini, artinya rasio utang Indonesia terhadap PDB sudah mencapai 30,31%.
“Dengan kalkulasi ketika rasio utang masih 27 persen terhadap PDB (Rp 13.000) saja, setiap orang di Indonesia sudah menanggung utang Rp 13 juta. Apalagi saat ini ketika rasio utang sudah menembus 30 persen? Jumlahnya tentu lebih besar lagi,” tutur politikus asal Jawa Barat ini.
Pinjaman baru dari World Bank sebesar Rp 15 triliun, bukanlah berita menggembirakan dan justru hal ini menjadi berita buruk, bahkan bencana baru.
Jika alasannya untuk mempercepat proses pemulihan Sulawesi Tengah dan sekitarnya, pemerintah seharusnya mengoptimalkan penyaluran bantuan yang tersendat.
Baik bantuan fisik, maupun bantuan finansial. Sudah lebih dari dua pekan, menurut catatan relawan kami, bantuan seperti pakaian, makanan, obat-obatan belum seluruhnya tersalurkan. Malah menumpuk.
“Tapi ini masalah terdekat yang harus diatasi segera oleh pemerintah. Bukan justru sibuk membuat utang baru,” pungkasnya.[mus]