GLOBAL

Tandingi China, Negara Eropa Wacanakan Jalur Sutra

Kamis, 27 September 2018

Indonesiaplus.id – Untuk menandingi China, Uni Eropa mewacanakan rencana proyek Jalur Sutra. Proyek berupa infrastruktur perdagangan tersebut dinilai tidak akan memberatkan negara-negara dengan tumpukan utang.

Berbagai negara anggota Uni Eropa diharapkan menandatangani “strategi konektivitas Asia” baru untuk meningkatkan hubungan transportasi, digital, dan energi sambil mempromosikan standar lingkungan dan tenaga kerja.

Wacana ini akan dituntaskan pada pertemuan puncak utama para pemimpin Eropa dan Asia bulan depan. Uni Eropa mengatakan, skema ini bukan menanggapi China yang telah meluncurkan proyek serupa meski belum menunjukkan progres signifikan.

Berbagai proyek berupa jalur kereta api, jalan, dan pelabuhan dari China ke Asia Tenggara ini menggunakan dana pinjaman China senilai miliaran dolar AS.

Kepala Diplomatik Uni Eropa, Federica Mogherini mengatakan, bahwa pembicaraan telah berlangsung selama beberapa bulan dengan sejumlah negara Asia yang “tertarik untuk melihat cara Eropa”.

“Dengan inisiatif kami akan bertujuan menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi dan manfaat bagi masyarakat setempat,” ucapnya kepada awak media.

“Saya tidak akan mengatakan apakah ini berbeda dari proposal orang lain tetapi ini adalah proposal kami.”

Strategi baru ini muncul setelah Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker menyerukan kebijakan luar negeri Uni Eropa yang lebih bertaji untuk menyamai kekuatan ekonomi blok tersebut.

Selain itu untuk menekan kebijakan Presiden AS Donald Trump “Amerika Pertama” dan dominasi proyek China di Afrika dan Asia.

Maaike Okano-Heijmans, seorang ahli hubungan Uni Eropa-Asia di Institut Clingendael di Belanda mengatakan, inisiatif itu merupakan “langkah yang sangat penting” setelah kritik terhadap Uni Eropa di beberapa kalangan. Uni Eropa dianggap lambat menanggapi permainan kekuatan China.

“Kami tidak dapat menuduh mereka tidak memiliki visi lagi. Tantangannya bagaimana mengubah ini menjadi sesuatu yang benar-benar alternatif bagi beberapa negara. Karena itu membutuhkan uang dan lebih banyak uang dan lebih banyak uang,” kata Okano-Heijmans kepada AFP yang menambahkan ” tidak ada yang bisa menyaingi uang China.”

Menurut Presiden Xi Jinping awal bulan ini terkait perdagangan China dengan negara-negara yang ikut berpartisipasi dalam proyek Jalur Sutra. Proyek telah melampaui US$ 5 triliun, dengan investasi langsung ke luar melampaui US$ 60 miliar.

Namun, beberapa negara mulai mempertanyakan apakah utang yang melekat memicu negara anggota menganggapnya sebagai beban dibandingkan sebuah manfaat.

Proposal Jalur Sutra yang ditawarkan Uni Eropa lebih menekankan pentingnya “standar lingkungan dan sosial yang tinggi” dan “kesinambungan fiskal dan keuangan infrastruktur proyek.”

Program dirancang secara langsung menangani kritik besar terhadap Jalur Sutra China yang diluncurkan pada tahun 2013. Sikap China yang dinilai murah hati jelas secara efektif menciptakan perangkap utang.

Ketakutan ini dikhawatirkan tahun lalu ketika Sri Lanka harus memberikan sewa 99 tahun pada pelabuhan strategis ke Beijing karena ketidakmampuannya membayar kembali pinjaman proyek senilai US$ 1,4 miliar.

Kekhawatiran telah tumbuh dan pada Agustus lalu Malaysia membatalkan tiga proyek yang didukung China, termasuk kereta api senilai US$ 20 miliar. Pakistan -hingga saat ini menjadi penerima uang China- telah berjanji lebih transparan di tengah kekhawatiran kemampuan negara untuk membayar kembali pinjamannya.

Selain itu, keamanan siber menjadi pertimbangan yang semakin penting bagi pemerintah di seluruh dunia.
“Desakan Uni Eropa pada transparansi mungkin terbukti lebih menarik daripada keterlibatan dalam Jalur Sutra digital China,” kata Philippe Le Corre, analis dari Program Eropa dan Asia di Carnegie Endowment for International Peace.

“Ini pada dasarnya memungkinkan perusahaan telekomunikasi China untuk membangun infrastruktur di negara-negara ini, memberikan akses ke portal dan platform perdagangan daring (e-commerce), apa pun digital,” kata Le Corre kepada AFP.

“Pada dasarnya Anda memiliki jejak kaki China dalam jangka waktu yang sangat lama dan Anda tidak meninggalkan alternatif.”

Beberapa negara mulai menyadari, kata Le Corre, bahwa “tidak baik untuk menaruh semua telur Anda di keranjang yang sama dan menjadi tergantung dari kekaisaran China adalah risiko besar. “Tentu saja ketika mengendalikan informasi dan mengendalikan teknologi.”[Fat]

Related Articles

Back to top button