Festival Kuliner Nusantara, Mantapkan Citrarasa KBN IX

Minggu, 23 September 2018
Indonesiaplus.id – Salah satu bagian dari kegiatan Kemah Budaya Nasional (KBN) IX di Bumi Perkemahan Kayu Bura, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, adalah lomba kuliner khas daerah Kontingen Daerah (Konda) yang unik dan menarik.
Apa yang ada di benak anda ketika mendengar kata “randha royal”? Dalam bahasa Jawa kata ini berarti janda yang royal.
Tapi bukan itu artinya, sebab Janda Royal adalah sebuah makanan ringan tradisional dari Jawa Tengah yang terbuat dari tepung beras yang diisi tape dan digoreng.
Dinikmati dalam kondisi masih hangat sebagai sajian dengan sensasi rasa yang unik antara asam, asin dan manis sekaligus. “Janda” yang satu ini memang membangkitkan selera, yang dipersembangkan dari Konda Jawa Tengah.
Diikuti oleh 34 Konda seluruh Indonesia ini berlangsung dari tanggal 16 – 22 September 2018. Sedangkan lomba kuliner diikuti oleh seluruh Konda peserta KBN dengan diwakili oleh 3 orang setiap kontingen.
Setiap konda diwajibkan menampilkan salah satu menu khas masakan atau makanan dari daerahnya yang dimasak dalam waktu yang telah ditentukan.
Pada awal lomba, tuan rumah konda Sulawesi Tengah mendemonstrasikan pembuatan Kue Daun Kelor. Makanan khas Parigi Moutong ini berbahan dasar daun kelor yang diolah menjadi kue lumpur yang menawarkan sensasi perpaduan rasa yang berbeda.
Berbagai macam masakan hadir menjadi sensasi petualangan rasa bagi yang mencicipinya. Seperti kuliner lempah kuning dari Bangka Belitung, sagu hitam (Papua Barat) hingga ikan paus dari daerah Nusa Tenggara Timur, menjadi semacam pelangi warna-warni diatas meja makan. Berbagai warna, bermacam rasa yang menerbitkan selera.
Pada acara lomba kuliner, Ibu Bupati Parigi Moutong menjadi salah satu juri. Keluar sebagai penyaji terbaik adalah kontingen Papua dengan tradisi bakar batu.
Bagi warga Papua tradisi bakar batu penting sebagai ritual memasak bersama satu warga kampung sebagai ungkapan syukur, menyambut kebahagiaan atau untuk mengumpulkan prajurit sebelum berperang.
Sebuah masakan tidak sekedar adonan seimbang antara bahan utama, bumbu-bumbu dan cara penyajiaannya.
Juga, tidak sekedar memotong sayuran, mencampur dengan ulekan rempah, mengolahnya di atas api menyala lalu menyajikan dengan alas khusus dan cara dan waktu tertentu.
Melainkan representasi teknik, estetika, pengetahuan genetika rasa dan kearifan lokal yang terhidang di meja makan.
Tak heran, sajian kuliner perlu dicicipi tidak hanya dengan indra pengecap, tapi dengan perasaan yang terbuka, bersahaja plus kelegaan dan kesediaan untuk berpetualang memahami budaya dari lain daerah.[mor]