POLITICS

Pegiat Pemilu Minta KPU Harus Prioritaskan Transparansi Pemilu

Senin, 13 Agustus 2018

Indonesiaplus.id – Lantaran masih bermasalah Sistem teknologi dan informasi (TI) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kembali menuai kritik.

Memasuki tahapan penetapan daftar calon anggota legislatif (caleg) sementara (DCS), Minggu (12/8/2018) pagi hingga sore, publik belum bisa mengakses lewat sistem informasi data pencalonan (silon) terkait nama-nama kandidat yang tercantum.

Pegiat Pemilu Wahidah Suaib mendesak KPU RI lebih memprioritaskan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan Pemilu 2019.

Silon harus bisa diakses publik agar tidak membeli kucing dalam karung. Sistem itu, cenderung hanya dipakai sebagai sarana komunikasi antara KPU dengan partai politik (parpol) peserta pesta demokrasi nasional semata.

“Saya kira harus dicek silon masih meminta password. Artinya, publik tidak bisa mengakses,” ujarnya.

Agenda 12-14 Agustus pileg memasuki tahapan pengumuman DCS anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk persentase keterwakilan perempuan.

Memasuki 12-21 Agustus KPU menyematkan tahapan peran publik dalam memberi tanggapan dan masukan. Dalam konteks ini, KPU harus memperketat syarat dengan penambahan seperti curriculum vitae (CV).

Pengalaman mantan anggota Bawaslu RI periode 2008-2012 itu, banyak caleg berbohong dalam CV mereka seperti menjabat sebagai pengurus BUMN atau BUMD. Jika kejadian serupa terulang kembali, penyelenggara pemilu wajib mengejar kandidat yang bersangkutan karena harus ada surat pengunduran diri.

“Pada Pilkada, jabatan seperti gubernur, wakil gubernur atau bupati tidak mungkin menyembunyikan identitas, tapi pengawas BUMN atau BUMD bisa jadi,” katanya.

Fakta terjadi, banyak caleg bermasalah yang terdeteksi sebagai eks narapidana kasus korupsi. Dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, KPU merumuskan aturan (larangan) nyaleg bagi eks napi kasus korupsi, bandar narkotika, dan pelaku kejahatan seksual.

Wahidah berharap, publik bisa melihat keterpenuhan syarat caleg sementara yang diumumkan dan mengkritisi jika janggal.

Di tahun politik, KPU harus bisa menetapkan skala prioritas mengatasi persoalan tersebut agar tidak menimbulkan masalah. Sistem teknologi dan informasi KPU selama ini, mulai dari data pemilih hingga pemutakhiran cenderung bermasalah.

Fakta itu terlihat dari sistem informasi data pemilih (sidalih), sistem informasi partai politik (sipol) sistem penghitungan (situng), dan silon yang tidak maksimal.

Muncul persepsi publik, menganggap kinerja penyelenggara tak optimal meski ditopang anggaran yang besar.

Peneliti Kode Inisiatif Adelina Syahda menyebut masih ada caleg eks napi kasus korupsi lolos dari tahapan yakni mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh. Dia dinyatakan lolos mencalonkan sebagai anggota DPD setelah menjalani sengketa di Panwaslih Aceh.

“Jika rakyat mendapat informasi lengkap mereka, tentu akan memilih dengan benar. Kami menuntut konsistensi KPU membuka informasi terhadap publik seluas-luasnya terkait daftar nama caleg,” katanya.

Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampouw menyinggung KPU yang kerap mengeluh soal aturan. Padahal, yang membuat regulasi lembaga penyelenggara pemilu itu sendiri.

KPU patut memperbaiki sistem teknologi dan informasi dalam proses (tahapan pemilu) selanjutnya. Selain publik, parpol juga mengeluh sulit mengakses sipol maupun silon.

Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, lembaganya masih melakukan finalisasi pemberkasan dan pendataan caleg menjadi DCS. Pramono meminta masyarakat menunggu.

“Jadi tunggu saja, nanti dibuka aksesnya.” Beberapa waktu lalu jajaran KPU menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, minta tambahan anggaran TI Rp 35 miliar.

Menurut Ketua KPU RI Arief Budiman, penambahan dana untuk satu elemen penyelenggaraan Pemilu 2019. KPU menyatakan butuh sumber daya manusia (SDM) untuk menjalankan server penyelenggara pemilu.

“Sarana, infrastruktur, dan personel KPU terbatas, sehingga beban kerja petugas kami yang menangani TI bertambah banyak,” pungkasnya.[Mus]

Related Articles

Back to top button