Pengamat: Partai Demokrat Pandai Kalkulasi dan Mainkan Peran

Rabu, 1 Agustus 2018
Indonesiaplus.id – Untuk maraih keuntungan politik jelang Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Pemilu 2019, langkah Partai Demokrat dinilai pandai bermain peran.
Partai besutan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu berkoalisi dengan Partai Gerindra terkait skema pemenangan Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) sekadar pintu masuk politik.
Pernyataan SBY tidak menargetkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon wakil presiden (cawpres) Parabowo dianggap hanya spekulasi.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, menilai bahwa jika kenyataan AHY tidak berhasil dipinang Prabowo Subianto pada pemilu tahun ini, setidaknya popularitas Demokrat bisa jadi bekal menuju masa depan politik di 2024.
“Demokrat dapat keuntungan luar biasa bergabung dengan Gerindra. Sebab, AHY bisa (mendongkrak) pemilih muda di pileg, sekaligus menatap masa depan (rencana strategis) regenerasi kepemimpinan untuk 2024. SBY berhasil menetapkan strategi jangka panjang lewat AHY,” ujarnya, kemarin.
Partai Demokrat tidak punya pilihan, sehingga memutuskan berkoalisi dengan Gerindra, ketimbang tak meraih keuntungan apa-apa. Terlebih kubu pemerintah tidak memberikan tempat yang nyaman bagi SBY.
Tak lupa, Gerindra diminta tidak melupakan PKS dan PAN yang telah lama berkoalisi hanya karena kehadiran Demokrat. Terkait cawapres, Prabowo harus realistis menentukan sosok yang layak.
Pertemuan Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Partai Demokrat SBY di Kertangera, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018), secara resmi kedua elite menyatakan sepakat berkoalisi menuju pilpres.
Kendati menyambut baik, PAN dan PKS sebagai parpol koalisi tetap ingin masukan mereka perihal cawapres Prabowo didengar Gerindra dan Demokrat.
Prabowo menandaskan, SBY tidak menuntut posisi cawapres berasal dari Partai Demokrat. Partai Gerindra, terus merundingkan persoalan tersebut dengan mitra koalisi sembari mencermati perkembangan peta politik 10 hari ke depan jelang penutupan pendaftaran capres-cawapres pada 10 Agustus 2018. Pemilih capres-cawapres, suatu keputusan krusial sehingga perlu dibicarakan serius.
Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno berpendapat, salah satu konsekuensi deal politik antara Gerindra-Demokrat adalah bagaimana menjinakkan PKS.
Sampai kemarin, belum ada cawapres definitif Prabowo Subianto meski sejumlah nama sudah mencuat di publik. Demokrat, juga harus memberikan tawaran menarik bagi PKS, termasuk PAN agar tak ada kecemburuan.
“Prabowo Subianto harus mencari cawapres yang tepat, karena elektabilitas Joko Widodo belum pasti aman juga,” tandas Adi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, posisi Partai Demokrat fleksibel dan mudah untuk mencari koalisi, mengingat pada Pemilu 2014 terlihat lebih netral. Prinsip politik tidak ada kawan dan lawan abadi, melainkan kepentingan untuk maju, menang, dan jadi presiden.
Dinamika politik yang terjadi belakangan ini masih memungkinkan perubahan. “Semua mungkin saja.” “Koalisi itu cocok-cocokan. Partai Demokrat sekarang mudah untuk ke kiri dan ke kanan,” kata Kalla.
Semalam, Prabowo, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Presiden PKS Sohibul Iman dijadwalkan menggelar pertemuan di kediaman pengusaha Maher Algadri di Jalan Prapanca Dalam VI, Jakarta Selatan.
Menurut Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani, parpol pendukung (oposisi) membahas format koalisi dan hasil rekomendasi ijtima ulama. Prabowo akan mempelajari dengan seksama.
Pada pertemuan Prabowo dengan Sohibul Iman, Senin (30/7/2018), PKS membawa hasil ijtima ulama yang merekomendasikan pasangan Prabowo-Salim Segaf Al Jufri dan Prabowo-Abdul Somad. Namun, Prabowo belum langsung menentukan pilihan.
Prabowo Subianto, menurut Sohibul Iman, pada dasarnya menerima rekomendasi ijtima ulama. Namun, masih perlu pertimbangan yang matang.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, kubu pemerintah belum menangkap persis peta koalisi Prabowo. Sebab, gambaran persaingan antara capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto masih buram karena masing-masing cawapres definitif belum muncul.
Koalisi Joko Widodo memastikan tidak berpengaruh terhadap manuver politik lawan menyusul koalisi Partai Gerindra dengan Demokrat.[Mus]