POLITICS

Soal Tarif Pajak, Faisal Basri: Tak Adil Untuk Orang Kecil

Indonesiaplus.id – Saat ini, penetapan tarif pajak belum adil terhadap masyarakat kecil, serta memberikan keuntungan bagi pengusaha.

Ekonom Senior Indef Faisal Basri menilai menilai untuk distribusi pajak itu, ada kesan yang kaya kurang dipajaki. “Hanya berani memajaki orang miskin,” ujarnya di Jakarta, baru-baru ini.

Pemerintah malah menurunkan pajak keuntungan perusahaan atau PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen. Pengusaha besar hanya membayar pajak jika ia mendapat untung, itu pun pajaknya sudah dikurangi. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Untuk orang miskin harus tabah menerima kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen. Kenaikan PPN ini tentu menimpa masyarakat miskin dan kaya, namun buat yang miskin akan lebih berat.

“Kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen itu melukai rasa keadilan. Sebab, pada saat yang sama, mereka, korporasi itu (PPh-nya) diturunkan dari 25 persen menjadi 22 persen,” tandas Faisal.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang. Jumlah masyarakat miskin per September itu sebesar 9,57 persen, naik 0,03 persen dibandingkan Maret 9,54 persen.

“Orang miskin sebanyak 9 persen, belum yang nyaris miskin, belum yang rentan miskin. Kalau digabung itu 60,6 persen. Jadi mayoritas masyarakat Indonesia itu belum sejahtera,” tandas Faisal.

Pemerintah menurunkan PPh Badan menjadi 22 persen mulai tahun pajak 2022. Keputusan ini diambil dengan membandingkan rata-rata tarif PPh Badan di negara-negara OECD, Eropa, Amerika, Inggris, G-20 dan ASEAN.

Sementara di negara-negara Amerika, rata-rata tarif PPh Badan yang berlaku sebesar 27,16 persen. Sedangkan di negara-negara Eropa, rata-rata tarif PPh Badan sebesar 18,98 persen.

Di Indonesia PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen per 1 April 2022 lalu. Hal ini juga sesuai amanat Pasal 7 UU HPP. Kenaikan tarif akan membuat barang dan jasa yang biasa kita konsumsi sehari-hari menjadi semakin mahal.

Laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada dasarnya, seluruh barang atau jasa merupakan barang kena pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenakan PPN. Barang ini bisa berwujud atau tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kenaikan PPN menjadi 11 persen tidak untuk menyusahkan rakyat. Dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook Maret 2022 lalu, ia mengatakan kenaikan pajak tersebut justru akan kembali ke masyarakat.

“Saya kira jangan dilihat nggak perlu jalan tol, enggak makan jalan tol. Banyak sekali penerimaan APBN ini untuk kebutuhan masyarakat, untuk listrik, LPG, semua ada elemen subsidi,” kata Menkeu.[had]

Related Articles

Back to top button