Eks Koruptor Boleh Jadi Caleg, Masyarakat Protes Menolak
Indonesiaplus.id – Peraturan yang memperbolehkan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPR, DPD, serta DPRD di Pemilu 2024 mendatang. Pasalnya, mereka dianggap telah merugikan rakyat sehingga tidak layak untuk maju menjadi pelayan publik.
Masyarakat tegas menolak, misalnya Toto (56) warga Tegal Parang, Jakarta Selatan. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek menilai masih banyak orang lain dengan kapasitas mumpuni yang bisa menjadi anggota DPR ataupun DPRD.
“Iya, dia sudah korupsi, kalau gitu kan dia tega banget sama rakyat. Sudah enggak percaya, kan masih banyak yang lain,” tukas Toto, Kamis (25/8/2022).
Toto Ia mengaku mengikuti berbagai kasus korupsi yang diberitakan media massa. Menurut Toto, pemerintah harus ‘menutup pintu’ bagi para mantan koruptor.
Toto pun berharap aturan yang memperbolehkan eks napi korupsi maju lagi sebagai caleg bisa direvisi. “Ya dibenerin supaya lebih bagus lagi, masa kita mau begini mulu. Kita dirugiin, itu kan uang rakyat yang dimakan,” ucap dia.
Ketentuan eks napi korupsi bisa maju sebagai caleg tertuang dalam Pasal 240 Ayat (1) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pada pasal itu, tidak disebutkan secara khusus adanya larangan terhadap mantan koruptor jadi bakal caleg.
Pada huruf g disebutkan selama bakal caleg terbuka dan jujur menyampaikan ke publik pernah menjadi mantan terpidana, maka ia boleh-boleh saja mencalonkan diri.
Penolakan terhadap aturan itu juga disampaikan warga lainnya, Indri (32), warga Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Ia berpendapat bukan tidak mungkin mantan napi korupsi itu akan mengulangi perbuatan yang sama.
Menurut Indri masih banyak orang lain yang bisa dipilih, terutama yang jujur dan bersih.
“Dia kan pernah korupsi, kemungkinan bakal terulang lagi. Lebih baik cari yang lebih tepat, mungkin lebih banyak yang lebih jujur. Selagi masih ada yang dikandidatkan kenapa enggak?” ucapnya.
Ia setuju jika aturan dalam UU Pemilu itu direvisi agar tidak ada lagi eks napi korupsi yang bisa maju sebagai calon. Ia berharap para pembuat kebijakan tidak egois dan memikirkan kepentingan rakyat.
“Lebih dipikirin lagi matang-matang, jangan egoisme lah. Ini kan pilihan rakyat, kembali lagi untuk rakyat, jadi revisi ulang saja,” ujar dia.
Hal senada disampaikan oleh Royan (56), warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, menolak aturan eks koruptor bisa mencalonkan diri sebagai caleg.
“Korupsi itu sangat berdampak kepada rakyat, sehingga ia tidak rela jika mantan napi korupsi masih bisa ditemui di surat suara, ” kata Royan.[had]