Turunkan Mantan Pamen TNI, PD Kubu Cikeas (Kembali) Tebar Teror dan Hoaks

Indonesiaplus.id – Saat ini terjadi perang informasi yang sengit di media elektronik, online maupaun media sosial antara kubu DPP PD hasil KLB dan DPP PD versi Cikeas. Tak ayal, kedua pihak saling tuding dan mewarnai pemberitaan di berbagai media tersebut.
Kubu PD hasil KLB melalui para penggugatnya di Mahkamah Agung (MA) maupun PTUN Jakarta membongkar kebobrokan kubu AHY dengan melakukan intimidasi dan iming-iming jabatan yang dilakukan utusan SBY-AHY kepada mereka hingga mengganggu ketenangan kehidupan keluarga dan masyakarat sekitar kediaman mereka. Sedangkan, Kubu DPP PD versi Cikeas membantah informasi dan mengatakan bahwa pernyataan para penggugat yang dibuktikan berupa foto dan rekaman suara adalah pembohongan publik saja.
Sedangkan, kubu PD versi Cikeas menuding kubu PD hasil KLB mencari sensasi dengan menyebar informasi tidak benar alias hoaks untuk mendapatkan perhatian meskipun beberapa penggugat dari kubu PD KLB memaparkan bukti-bukti di depan awak media intimidasi dan iming-iming yang dilakukan oknum-oknum PD Cikeas kepada mereka.
Dengan turunnya beberapa mantan Pamen TNI yang kini menjadi anak buah AHY di DPP PD cukup meresahkan penggugat dan keluarganya, sebab mereka bukan saja bertemu di area netral tetapi juga mendatangi rumah para penggugat.
Lalu, mengapa menggunakan cara-cara seperti ini kalau pihak DPP PD kubu Cikeas merasa benar dalam pertarungan legitimasi dalam kepengurusan partai demokrat.
Muncul mama-nama seperti Okky, Muhammad Iftitah Sulaiman dan Made, bagi kalangan DPP PD disebut Kombatan disebut-sebut mendatangi kediaman penggugat Muhammad Isnaini di Ngawi, Jatim dan Binsar Sinaga di Samosir, Sumatera Utara sehingga penggugat Binsar memilh datang ke Jakarta menyelesaikannya agar tidak terganggu ketenangan keluarganya.
Untuk memahami dalam perspektif intelijen, bahwa berbagai cara yang ditempuh kubu AHY bisa dikategorikan dengan langkah penekanan atau intimidasi kepada objek tertentu untuk menggali informasi atau mengajak untuk memberikan keterangan tertentu. Bisa jadi dalam kasus ini agar penggugat mencabut gugatannya di MA karena mengusik kepentingan SBY dan AHY.
Intimidasi kepada para penggugat harus dilakukan dengan cara sangat hati-hati dan halus, tidak ada ungkapan-ungkapan kasar agar penggugat yang rata-rata sudah cukup berusia merasa nyaman dan mau memenuhi permintaan mereka yakni mencabut gugatan ke Mahkaman Agung pada 14 September lalu.
Bisa jadi dengan satu peluru ditembakkan intimidator kepada penggugat dari KLB PD adalah dengan mendorong penggugat lainnya yang merasa tidak digubris dan memilih berpihak ke kubu AHY. Misalnya, penggugat Ayu Palaretin dihadapkan dengan Nur Rakhmat Juli Purwanto yang diduga sudah berpindah hati ke kubu AHY.
Jelas terlihat bahasa tidak diopeni tercetus. Memang jadi membingungkan tapi sebagai pejuang Nur Rakhmat menilai suatu perjuangan hanya dari sisi materi semata. Padahal nilai sebuah perjuangan khususnya KLB PD terukur dari kata hati dan nurani yang ingin mengembalikan marwah partai yang dicintainya.
Pada konferensi pers yang digelar DPP PD kubu Cikeas disebutkan bahwa terjadi perpecahan di dalam tubuh PD KLB. Tentu saja, pernyataan ini terlalu prematur dan tidak ada perpecahan dalam tubuh PD KLB. Artinya semua berjuang pada lini masing-masing dan pasti terjadi sedikit pergesekan karena persoalan cukup prinsip, tetapi hal itu bisa teratasi dengan baik dan penuh kearifan.
Bahkan, disebut-sebut ada beberapa tokoh sentral di KLB PD meninggalkan gelanggang pertarungan. Hal ini juga suatu pembohongan publik yang sangat mendasar. Tidak ada satupun pejuang yang meninggalkan KLB.
Salah satunya Max Sopacua disebut-sebut meninggalkan KLB. Max pun langsung bereaksi bahwa dia tidak pernah meninggalkan KLB. Ini satu bukti bahwa, pihak KLB Cikeas lah yang sedang mencari perhatian dengan menyebar berita-berita hoax.
Berdasarkan penggalan video yang ditayangkan pada konferensi pers sebenarnya memberikan gambaran utuh kepada publik bahwa pembahasan AD/ART PD tahun 2020 tidak dilakukan dalam arena Kongres V melainkan di luar arena Kongres dengan alasan tertentu.
Sedangkan, jika Steering Committe (SC) Kongres V bekerja dengan serius dan berniat menyusun AD/ART yang benar dan selaras dengan UU Parpol serta kepentingan partai, tentunya tidak butuh waktu berapa lama untuk mengesahkan draft AD/ART yang sudah disiapkan.
Namun pada kenyataannya secara implisit diakui tidak ada pembahasan AD/ART PD pada Kongres yang disetujui oleh seluruh peserta kongres. Hal itulah menyebabkan para kader merasa bahwa AD/ART 2020 itu patut dipertanyakan dan digugat di Mahkamah Agung untuk uji Materi.
Maka, munculan siapakah yang melakukan pembohongan publik? Siapa yang sedang membuat sensasi dan mencari pembenaran dari kesalahan fatal yang sudah dilakukan ? Tentunya publik bisa menilai sendiri.
Berbagai bukti konkret ditunjukkan para penggugat saat menggelar konfeerensi pers masih pula dianggap sebagai suatu pembohongan. Pengakuan penggugat Muhammad Isnaini Widodo, Ketua DPC Ngawi, sembari menunjukkan foto saat ditemui utusan AHY, Okky di kediamannya masih belum mampu membuka fakta memang terjadi pendekatan kalau tidak mau disebut sebagai tindakan intimidasi dari kubu PD versi Cikeas kepadanya.
Berbagai bujukan mengembalikan jabatan sebagai Ketua DPC dan sejumlah uang dengan nilai bombastis juga masih dibantah oleh pihak PD versi Cikeas. Bagi para penggugat yang terkena intimidasi, berbagai tawaran itu malah lebih membangkitkan semangat mereka berjuang, karena melalui tindakan itu kian membuktikan bahwa apa yang mereka perjuangkan berada di garis yang benar.
Dikabarkan di seantero nusantara ada ratusan mantan ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat sudah dipecat AHY menyatakan siap menggantikan posisi Nur Rakhmat Juli Purwanto yang sudah memilih jalan hidupnya dengan beralih ke kubu AHY dan siap menggantikan Yosep Benediktus Badeoda sudah mencabut gugatannya di PTUN Jakarta. Jadi, Mati satu tumbuh seribu. Penulis Emha Hussein Alphatani, Pemerhati Politik.
[had]