HUMANITIES

Tiga Strategi Sistem Sumber Bantuan Sosial untuk Penanganan Covid-19*

Indonesiaplus.id – Coronavirus Disease (Covid-19), kali pertama muncul di Wuhan, China pada Desember 2019. Lalu, menyebar dan menular sangat cepat ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia dan dinyatakan oleh Badan Kesehatan Dunia atau Word Health Organization (WHO) sebagai pandemi.

Per 1 Juni 2020, WHO menyatakan Covid-19 telah menyerang 216 negara, dengan jumlah positif terkonfirmasi sebanyak 6.057.853 kasus dan 371.166 kasus meninggal dunia. Di Indonesia berdasarkan data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 per 1 Juni 2020 terkonfirmasi 26.940 kasus positif, 7.637 kasus sembuh, 1.641 kasus meninggal dunia.

Kasus pertama Covid-19 di Indonesia, dikonfirmasi pada Senin, 2 Maret 2020 yang menimpa dua warga Depok, Jawa Barat. Dalam waktu cepat telah menyebar ke 34 provinsi.

Pemerintah pun mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, mulai dari penerapan protokol kesehatan secara ketat, sosial distancing yang berganti istilah physical distancing, hingga diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan aturan turunan untuk merinci Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB untuk Percepatan Penanganan Covid-19. Rincian tersebut tertuang dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB untuk percepatan penanganan Covid-19.

Mengutip PP Nomor 21 Tahun 2020, yang dimaksud sebagai PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebarannya. PSBB dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu selama 14 hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir.

Adapun Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, dalam pelaksanaan PSBB meliputi berbagai hal berikut:

Pertama, peliburan sekolah dan tempat kerja

Peliburan sekolah yang dimaksud adalah penghentian proses belajar mengajar di sekolah dan menggantinya dengan proses belajar mengajar di rumah dengan media yang paling efektif. Pengecualian peliburan sekolah berlaku bagi lembaga pendidikan, pelatihan, penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

Sedangkan peliburan tempat kerja adalah pembatasan proses bekerja di tempat kerja dan menggantinya dengan proses bekerja di rumah/tempat tinggal, untuk menjaga produktivitas/kinerja pekerja. Pengecualian peliburan tempat kerja yaitu bagi kantor atau instansi tertentu yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan. Termasuk, terkait ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.

Kedua, Pembatasan kegiatan keagamaan

Pembatasan kegiatan keagamaan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang. Semua tempat ibadah harus ditutup untuk umum. Pengecualian dilakukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui pemerintah.

Pemakaman orang yang meninggal bukan karena Covid-19 dengan jumlah yang hadir tidak lebih dari 20 orang dapat diizinkan dengan mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit.

Ketiga, Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum

Pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang. Namun, pembatasan ini dikecualikan untuk supermarket, mini market, pasar, toko, tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis, serta kebutuhan pokok. Juga, tidak berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum untuk kebutuhan dasar lainnya seperti olahraga. Pengecualian ini dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol dan pedoman yang berlaku.

Keempat, Pembatasan kegiatan sosial dan budaya

Pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan. Hal ini termasuk semua perkumpulan atau pertemuan politik, olahraga, hiburan, akademik, serta budaya.

Kelima, Pembatasan moda transportasi

Pembatasan ini dikecualikan untuk moda transportasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang. Moda transportasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Keenam, Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan

Untuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi bangsa dari ancaman gangguan, serta mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kegiatan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.

Berbagai upaya pemerintah, kendati belum efektif untuk menurunkan jumlah kasus Covid-19, implementasi kebijakan penanganan yang telah dilakukan layak diapresiasi karena setidaknya telah berhasil menghambat penularan di tengah masyarakat. Di sisi lain yang menjadi perhatian yaitu konsekuensi yang dirasakan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat terkait adanya kebijakan penanganan Covid-19 tersebut.

Pada dasarnya, upaya penanganan Covid-19 merupakan seperangkat kebijakan tidak hanya berdampak dari aspek kesehatan dengan kondisi PDP, ODP, OTG di masyarakat, namun mempengaruhi aspek lainnya di tengah masyarakat. Perubahan yang dirasakan cukup signifikan juga terjadi pada berbagai aspek lain seperti aspek sosial (himbauan untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan), aspek pendidikan (belajar dari rumah secara daring), aspek keagamaan (beribadah dirumah).

Juga, aspek politik (adanya perubahan kebijakan seperti refocusing APBN/APBD dan lahirnya kebijakan baru secara cepat), aspek demografi (meningkatnya fertilitas dan mortalitas, serta berkurangnya mobilitas), aspek budaya (adanya larangan mudik), aspek pertahanan dan keamanan (munculnya berbagai ganguan kamtibmas karena kondisi ekonomi, dan juga adanya kebijakan asimilasi narapidana), dan aspek ekonomi (menurunnya pendapatan dan lahirnya pengangguran baru akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta Work From Home (WFH).

Dari sekian aspek di atas, ekonomi menjadi salah satu paling dominan di masyarakat. Sebab, kebijakan penanganan Covid-19 berdampak negatif pada kondisi ekonomi masyarakat dengan lahirnya kategori masyarakat miskin baru (misbar) yang terdampak besar kehidupan ekonominya. Masyarakat misbar ini, yaitu mereka yang bekerja di sektor informal, sepert pedagang kecil, pengemudi ojeg, supir angkutan umum, dll sehingga mereka yang bekerja pada sektor formal tapi terkena PHK atau dirumahkan dengan penghasilan 50% ke bawah bahkan 0 % dari penghasilan saat normal.

Kondisi tersebut menyebabkan jumlah penduduk miskin semakin bertambah, meskipun masyarakat misbar ini tidak terdata secara administrasi sebagai penduduk miskin. Di tengah pandemi Covid-19 ini, penduduk miskin dan penduduk yang masuk dalam kategori misbar memiliki harapan besar mendapatkan bantuan sosial (bansos).

Menurut Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization (ILO), bansos merupakan skema bantuan yang bertujuan untuk menyediakan sumber daya minimum bagi individu dan rumah tangga yang hidup di bawah standar penghasilan tertentu tanpa mempertimbangkan aspek kontribusi dari individu dan rumah tangga penerimanya.

Penerima bantuan dikarenakan dari dalam penerimanya mengalami kerentanan siklus hidup, dari luar penerimanya karena bencana/ guncangan sosial. Skema bansos difokuskan kepada kelompok target tertentu yaitu warga miskin terdata/tidak terdata atau juga dapat diberikan sebagai bantuan pendapatan secara umum bagi yang membutuhkan yaitu warga miskin baru. Bansos dapat diberikan secara langsung dalam bentuk uang atau in-cash transfers, juga dalam bentuk barang dan pelayanan atau in-kind transfers.

Bansos penanganan Covid-19 dikeluarkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah bagi masyarakat yang terdampak. Pengambilan keputusan dalam pemberian bansos yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan perspektif problem solving. Melalui perspektif ini pemerintah berupaya menjamin masyarakat mendapatkan bantuan dengan didasari oleh intuisi terhadap kondisi yang terjadi dan dilengkapi dengan data sesuai kriteria serta menghubungkan dengan sistem sumber yang dapat diakses.

Sementara itu, dalam implementasi pemberian bansos ini, pemerintah memiliki sumber daya yang terbatas karena jumlah penerima bansos semakin meningkat seiring dengan diterapkannya kebijakan PSBB yang mendorong lahirnya masyarakat miskin baru.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah membagi kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan mendorong kontribusi dari berbagai stakeholder lainnya.

Pembagian kewenangan dalam implementasi bansoos ternyata belum memenuhi harapan penerima bansos secara penuh. Saat ini, masih banyak terjadi berbagai masalah dan kendala terkait dengan implemntasinya di lapangan. Misalnya, jumlah paket bansos tebatas, masalah ketepatan sasaran, ketepatan waktu dan ketepatan jumlah serta masalah data penerima bantuan yang terjadi di berbagai daerah.

Menyadari akan keterbatasan sumber daya tersebut, berbagai pihak bergotong-royong untuk menyediakan bansos bagi masyarakat yang membutuhkan. Berbagai sistem sumber pada berbagai level bergerak dan dimanfaatkan untuk saling membantu menghadapi kesulitan ekonomi ditengah pandemi ini.

Menurut Pincus & Minahan (1973) secara teoritis, bahwa hal ini dikenal dengan istilah pendekatan sistem sumber yang terdiri dari sistem sumber informal/alamiah, sistem sumber formal dan sistem sumber kemasyarakatan.

Pendekatan sistem sumber ini sangat tepat diterapkan dalam implementasi bantuan sosial Covid-19. Sehingga, setiap stakeholder dalam masing-masing sistem sumber dapat saling berkontribusi dan berkolaborasi menyediakan bantuan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan.

Sistem sumber informal atau alamiah, yaitu sistem sumber yang diperoleh dari keluarga, teman atau tetangga yang memiliki kedekatan dengan warga miskin baru dan warga miskin terdata/tidak terdata. Biasanya, sistem sumber ini didasari oleh intuisi keinginan untuk saling membantu yang bersifat subjektif. Intuisi ini lahir dari penilaian seseorang dengan melihat tampilan, cerita serta kondisi orang-orang terdekat yang mengalami kesulitan. Sehingga, dari penilaian terhadap kondisi kesulitan tersebut melahirkan keinginan membantu.

Saat pandemi Covid-19, sistem sumber informal berkontribusi membantu berupa uang, paket sembako dan lainnya bagi mereka terdampak terutama warga miskin yang diberikan oleh keluarga, tetangga, sahabat dan orang-orang yang terdekat, figur tersebut dengan gerak cepat membantunya dan terutama sejak pemerintah mengumumkan bantuan sosial bagi warga miskin yang terdampak dan himbauan untuk agar masyarakat yang menengah atas secara ekonomi membantu masyarakat yang terdampak.

Sedangkan, sistem sumber formal yaitu sistem sumber yang diperoleh warga miskin baru dan warga miskin terdata/tidak terdata dari akses keanggotaanya pada lembaga formal di antarnaya sekolah, asosiasi pekerja, lembaga agama, serta organisasi profesinya.

Di beberapa daerah dan masyarakat menunjukkan kepedulian seperti perguruan tinggi membantu mahasiswa yag terdampak, sekolah membantu siswanya, masjid-masjid menghimpun dana umat berupa infak, sedekah atau zakat mal yang kemudian dibagikan kepada jamaahnya, dan ini semarak dilakukan oleh kelembagaan keagaamaan, dan organisasi kemasyarakat lainnya berbagi peduli untuk membantu para warga yang tergabung sebagai anggota atau pengurus kelembagaan tersebut.

Sistem sumber kemasyarakatan, yaitu sistem sumber yang dapat memberikan bantuan kepada masyarakat umum yang bersumber dari pemerintah, pemda, perusahaan, Non Government Organization (NGO), media, kampus, sekolah, lembaga/dinas/badan/intitusi, bantuan luar negeri, dll. Haslinya bisa membantu warga masyarakat miskin sebagai bentuk kepedulian sosial dan kewenangannya tanpa melihat kedekatan dan keanggotaan, tetapi lebih pada pertimbangan kemanusiaan.

Sementara itu, Pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos) memberikan berbagai bentuk bantuan sosial mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Bantuan Sosial Tunai (BST). Menghadapi pandemi Covid-19 ini skema penyaluran PKH yang sebelumnya diberikan tiga bulan sekali diubah menjadi satu bulan sekali hingga akhir Desember 2020. Selain itu, dari segi penerima manfaat, Kemensos juga telah menambah jumlah penerima manfaat PKH di seluruh Indonesia.

Sejalan dengan kebijakan tersebut, Kemensos juga telah menambah jumlah penerima manfaat dan jumlah besaran bantuan pada Program BPNT. Juga, Kemensos telah mengeluarkan program bantuan sosial baru yaitu BST yang secara khusus dikeluarkan sebagai respon menghadapi pandemi Covid19.

Maka, melihat fakta di lapangan bansos dari Kemensos yang bervariasi tersebut, disamping ditemukan adanya keterbatasan dan di sisi lain diterima pada momen yang tepat dan sesuai kebutuhan, misalnya diterima saat menjelang Idul fitri dan ada yang diterima selepas Iedul fitri. Bansos tersebut dimaknai untuk menyambung kebutuhan hidup, ditengah bantuan sosial yang diperoleh dari sistem sumber informal dan formal telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada level provinsi, kabupaten/kota dan desa dilakukan refocusing APBD untuk penyediaan bantuan sosial. Bansos ini mengcover warga miskin tidak termasuk kategori bantuan dari Kemensos dengan implementasinya dimaknai hampir sama seperti bantuan dari pemerintah pusat.

Bansos penanganan Covid-19 yang termasuk dalam sistem sumber kemasyarakat, juga bersumber dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) berbagai perusahaan baik pelat merah maupun swasta. Dana CSR digunakan untuk penyediaan alat kesehatan maupun dalam bentuk bansos yang diberikan kepada masyarakat secara langsung. Di sektor NGO, berbagai lembaga seperti Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan berbagai lembaga sosial lain juga berupaya untuk menghimpun bantuan dari masyarakat yang ditujukan untuk penanganan Covid-19.

Dengan ketiga sistem sumber bansos penganganan Covid-19 ini saling melengkapi satu sama lain. Sistem sumber kemasyarakatan biasanya memiliki sifat yang sangat prosedural. Dalam implementasi penyaluran bansos yang berasal dari sistem sumber kemasyarakatan perlu melewati berbagai tahapan tertentu seperti pendataan calon penerima manfaat, verifikasi dan validasi penerima manfaat, hingga penyaluran bansos yang terjadwal.

Kondisi demikian menyebabkan bansos dari sistem sumber kemasyarakatan memerlukan waktu yang lama untuk bisa tersalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Di masyarakat sendiri, sebelum bansos dari sistem sumber kemasyarakatan diterima, masyarakat yang membutuhkan dapat tercover oleh bansos yang berasal dari sistem sumber informal dan formal yang lebih fleksibel dan dapat secara cepat menjangkau masyarakat.

Di sisi lain, sistem sumber informal dan formal biasanya terbatas dari segi jumlah bantuan. Meskipun kedua sistem sumber ini dapat secara cepat menjangkau masyarakat, namun bansos dari kedua sistem sumber ini juga tidak dapat bertahan lama atau tidak dapat secara berkelanjutan memberikan bantuan karena sifatnya yang terbatas. Dalam kondisi inilah, sistem sumber kemasyarakatan mampu menutupi keterbatasan tersebut karena sistem sumber ini memiliki sumber daya yang cukup besar dan dapat bertahan lama dalam memberikan bantuan secara berkelanjutan.

Saat ini, usai Covid-19 mewabah tiga bulan lebih, sistem sumber kemasyarakatan hadir pada waktu yang tepat yaitu pada saat kedua sistem sumber lain sudah mulai mengalami penurunan kemampuan dalam memberikan bantuan sosial. Sistem sumber bantuan sosial penanganan Covid-19 yang saat ini berjalan pada dasarnya telah terlaksana dengan baik. Namun, dalam hal ini perlu dilakukan berbagai upaya optimalisasi sistem sumber tersebut.

Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengoptimalisasi sistem sumber yang ada di masyarakat untuk penanganan Covid-19, yaitu: 1. Data warga miskin baru dan warga miskin terdata/tidak terdata harus akurat dan mudah untuk diakses; 2. Teridentifikasi sumber daya minimum yang diperlukan (uang dan sembako) dan kurun waktunya; 3. Penguatan kepedulian sosial bagi kelompok menengah atas dengan pendekatan agama (sedekah, infak dan sejenisnya), budaya (gotong royong, sabilulungan), kebijakan CSR (perusahaan dan sejenisnya);

4. Peran pendamping komunitas sangat penting dalam memonitor dan mengevaluasi ketepatan dan keberlanjutan bantuan sosial, bekerja sama dengan tokoh masyarakat; 5. Gunakan strategi fundraising oleh stakeholder dan bantuan sosial penangangan Covid-19; 6. Kerja sama sinergis antara pemerintah, pengusaha, akademisi, media, dan komunitas; 7. Sinergis antara pemerintah dan pemda (provinsi dan kabupaten/kota)hingga level Kecamatan, kelurahan/desa, RW dan RT beserta kelembagaan sosial dengan penekanan pada problem solving dalam bansos.

Secara teoritis, untuk mengoptimalkan sistem sumber bansos ini bisa dilakukan dengan menerapkan collaborative governance dengan beberapa kata kunci yang menekankan pada enam karakteristik, sebagai berikut:

1. Forum tersebut diinisiasi atau dilaksanakan oleh lembaga publik maupun aktor-aktor dalam lembaga publik; 2. Peserta di dalam forum tersebut juga termasuk aktor non-publik; 3. Peserta terlibat secara langsung dalam pembuatan dan pengambilan keputusan dan keputusan tidak harus merujuk kepada aktor-aktor publik; 4. Forum terorganisir secara formal dan pertemuan diadakan secara bersama-sama; 5. Forum bertujuan untuk membuat keputusan atas kesepakatan bersama, dengan kata lain forum ini berorientasi pada konsensus; serta 6. Kolaborasi berfokus pada kebijakan publik maupun manajemen publik.

Dr. Soni A. Nulhaqim, S.Sos., M.Si
Dosen Departemen Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran
Prof Dr Nandang A. Deliarnoor, S.H., M.Hum
Guru Besar Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjadjaran
Wandi Adiansah, S.Kesos
Peneliti Pada Kajian Resolusi Konflik Pusat Studi CSR, Kewirausahaan Sosial, dan Pemberdayaan Masyarakat Departemen Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran

[mor]

Related Articles

Back to top button