Sekjen PBB Sebut Dunia Hadapi Epidemi Berita Palsu Covid-19

Indonesiaplus.id – Saat ini dunia tengah menghadapi epidemi berita palsu yang berbahaya tentang virus corona atau Covid-19.
Hal itu diumumkan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bahwa kampanye PBB membanjiri internet dengan fakta dan sains demi melawan balik apa yang ia sebut ‘racun’ yang membahayakan nyawa.
Ia mengecam apa yang disebut ‘misinfo-demic’ global. Di mana, berbagai berita palsu Covid-19 menurutnya bisa merusak rekomendasi kesehatan yang benar, kebohongan ‘obat minyak ular’ dan menjadi teori konspirasi yang liar.
PBB meminta organisasi media sosial bertindak lebih banyak untuk mengatasi penyebaran berita palsu. Sekjen PBB berharap perusahaan media sosial membasmi kebencian dan pernyataan berbahaya mengenai Covid-19.
“Ada kebencian jadi viral, stigmatisasi dan menjelekkan orang dan kelompok, rasa saling menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusi harus menjadi kompas untuk kami dalam menavigasi krisis ini,” ujar Gutteress melalui tayangan video, Rabu (15/4/2020).
Masyarakat di seluruh dunia takut dan ingin tahu apa yang perlu dilakukan dan ke mana meminta nasihat dan mereka membutuhkan sains.
Sementara itu, kuru bicara PBB Stephane Dujarric menekankan pentingnya keakuratan informasi. “PBB akan menghubungi berbagai perusahaan media sosial,” tandas Dujarric.
Beberapa perusahaan media sosial sudah mencoba membasmi informasi-informasi palsu. Mereka telah menutup akun orang yang menyebarkan informasi salah dan berbahaya.
Menurut Dujarric PBB menyadari ada benang halus menyeimbangkan kebebasan berbicara dan informasi palsu. Ia mengatakan setiap hari keseimbangan itu dimainkan bahkan oleh negara-negara demokrasi.
“Sekjen tidak akan ke satu pihak untuk memutuskan, apa yang kami lakukan adalah mendorong informasi berbasarkan ilmu pengetahuan,” ungkapnya.
Selain itu, perusahaan media dan media sosial membuat keputusan itu setiap waktu. Namun, menurutnya sangat penting memerangi penyebaran informasi palsu tentang Covid-19.
“Iya, Sekjen salut pada jurnalis dan pihak lain yang memeriksa fakta bergunung-gunung berita dan unggahan media sosial yang palsu,” pungkas Dujarric.[fat]